Kisah Rasul 17:29 - Mengenal Tuhan Sejati

"Jadi karena kita berasal dari keturunan Allah, kita tidak seharusnya menganggap ilahi itu seperti emas atau perak atau batu, yang dipahat oleh keahlian dan ciptaan manusia."
Simbol ketuhanan abstrak dengan warna biru dan hijau

Dalam perjalanan pelayanan rasul Paulus di Athena, sebuah kota yang penuh dengan budaya dan filsafat, ia menemukan keragaman kepercayaan yang luar biasa. Ia menyaksikan bagaimana masyarakat Athena menyembah berbagai macam dewa dan berhala, bahkan membangun sebuah mezbah untuk "Allah yang tidak dikenal." Situasi inilah yang mendorong Paulus untuk menyampaikan ajaran tentang Tuhan yang benar, sebagaimana terekam dalam Kisah Para Rasul pasal 17.

Ayat 29 dari pasal ini memberikan sebuah perspektif yang sangat penting mengenai hakikat Tuhan. Paulus, dengan kebijaksanaan yang dianugerahkan oleh Roh Kudus, menantang pemahaman konvensional tentang ketuhanan yang lazim pada masa itu. Ia menekankan bahwa karena manusia adalah ciptaan Allah dan berasal dari-Nya, maka tidaklah logis untuk menyamakan Dzat yang Maha Tinggi dengan benda-benda mati yang dihasilkan oleh tangan manusia. Emas, perak, atau batu pahatan, betapapun indahnya atau berharganya, tidak memiliki kehidupan, kesadaran, atau kuasa ilahi.

Pesan ini memiliki relevansi yang mendalam bagi kita hingga saat ini. Seringkali, dalam kehidupan sehari-hari, kita mungkin tanpa sadar mengkomersialkan atau mereduksi konsep ketuhanan. Kita bisa saja terlalu terfokus pada kekayaan materi (emas dan perak) sebagai ukuran keberhasilan atau bahkan sebagai "berkat" ilahi, atau kita mungkin terpaku pada ritual dan bentuk-bentuk keagamaan yang kaku (batu pahatan) tanpa merasakan kehadiran Tuhan yang hidup.

Paulus mengingatkan kita untuk melihat Tuhan secara lebih luas, sebagai sumber segala keberadaan, Pencipta alam semesta, dan bukan sebagai objek yang bisa dibentuk atau dimiliki oleh manusia. Keilahian sejati tidak dapat dibatasi oleh material, tradisi, atau pemikiran manusia yang terbatas. Tuhan adalah pribadi yang memiliki kesadaran, kasih, dan kehendak. Ia adalah sumber inspirasi bagi keahlian dan ciptaan manusia, bukan sebaliknya.

Memahami ayat ini mendorong kita untuk melakukan introspeksi diri. Apakah kita telah mengenal Tuhan yang sejati, ataukah kita hanya menyembah "berhala" yang kita ciptakan sendiri? Apakah kita memandang Tuhan sebagai kekuatan yang tak terbatas dan pribadi yang mengasihi, ataukah sebagai entitas yang bisa dikendalikan atau dimanipulasi sesuai keinginan kita? Kisah Rasul 17:29 mengajak kita untuk melampaui pemahaman dangkal dan merangkul kebenaran tentang Tuhan yang hidup, yang lebih agung dari segala ciptaan-Nya.

Pada akhirnya, pengenalan akan Tuhan yang sejati bukanlah tentang memiliki benda-benda berharga atau menciptakan ritual yang sempurna, melainkan tentang memiliki hubungan yang tulus dan hidup dengan Dia yang adalah Sumber Kehidupan itu sendiri. Ini adalah panggilan untuk terus belajar, bertumbuh dalam pemahaman iman, dan menghormati keilahian-Nya yang tak terhingga.