Kisah Para Rasul pasal 19 mencatat salah satu peristiwa paling dramatis dalam pelayanan Rasul Paulus di kota Efesus. Kota ini adalah pusat perdagangan, budaya, dan penyembahan berhala yang kuat, terutama bagi dewi Artemis (Diana bagi bangsa Romawi). Di tengah-tengah keimanan yang kuat pada tradisi dan ritual pagan, Injil Kristus mulai menyebar, membawa dampak yang signifikan. Ayat 33 dari pasal ini menggambarkan momen ketegangan yang memuncak ketika sekelompok orang Yahudi mencoba untuk memadamkan pengaruh Paulus dengan cara yang kacau.
Dalam pasal ini, kita melihat bagaimana pekerjaan iman dapat menimbulkan perlawanan. Ketika ajaran Paulus mengenai Yesus Kristus yang telah bangkit mulai mengalahkan kekuatan sihir dan berhala yang telah lama mengakar di Efesus, para pengrajin perak yang hidup dari pembuatan patung dewi Artemis merasa mata pencaharian mereka terancam. Demetrius, seorang pengrajin terkemuka, memimpin sebuah kerusuhan yang besar. Ribuan orang berkumpul di arena teater, meneriakkan "Besarlah Artemis dewi Efesus!" dengan suara yang memekakkan telinga. Suasana menjadi sangat kacau dan berbahaya.
Di tengah kekacauan inilah, Alexander, yang disebut sebagai seorang Yahudi, muncul di hadapan kerumunan. Tujuannya, seperti yang dijelaskan dalam ayat tersebut, adalah untuk "memberi penjelasan pembelaan". Ini menunjukkan bahwa bahkan di antara kelompok yang menentang Paulus, ada upaya untuk mengklarifikasi posisi atau untuk mencoba meredakan amarah massa. Alexander kemungkinan besar ingin menjelaskan sesuatu yang bisa menenangkan situasi, mungkin mencoba membedakan antara orang Yahudi dengan para pengikut Kristus, atau mungkin mencoba mengalihkan kemarahan massa. Namun, kerumunan yang sudah terprovokasi sulit untuk didengarkan. Lucas mencatat bahwa Alexander memberi isyarat dengan tangannya, sebuah upaya non-verbal untuk mendapatkan perhatian dan mengendalikan situasi yang sedang meluap.
Peristiwa ini menggarisbawahi kenyataan bahwa penyebaran Injil seringkali tidak mulus. Ia dapat menghadapi tentangan dari berbagai sisi: baik dari kekuatan spiritual yang jahat, maupun dari kepentingan ekonomi dan budaya yang terancam. Kisah Para Rasul 19:33 menggambarkan momen ketika akal sehat mencoba untuk masuk ke dalam kekacauan yang didorong oleh emosi dan kepentingan. Meskipun Alexander mungkin memiliki niat baik untuk menengahi, situasi yang sudah sangat panas membuat usahanya sulit untuk berhasil. Pergumulan di Efesus ini mengingatkan kita akan pentingnya ketekunan, hikmat, dan keberanian dalam menghadapi tantangan ketika memberitakan kebenaran. Hal ini juga menunjukkan dinamika sosial dan agama di kota Efesus pada masa itu, sebuah kota yang dipenuhi dengan kepercayaan yang mendalam terhadap dewa-dewi kuno, namun juga menjadi tempat lahirnya pergerakan iman baru yang akan mengubah dunia.