Kisah Rasul 19:35 - Kota Efesus yang Agung

"Dan setelah juru tulis kota menentramkan hati orang banyak itu, katanya: 'Hai penduduk kota Efesus! Siapakah gerangan yang tidak tahu, bahwa kota Efesus ini adalah penjaga kuil Dewi Artemis yang maha besar itu, dan patung yang jatuh dari langit?"

Kisah Para Rasul pasal 19 membawa kita ke kota Efesus, sebuah metropolis yang megah dan pusat keagamaan yang penting di Asia Kecil pada masa itu. Ayat ke-35 ini, yang diucapkan oleh juru tulis kota, bukan sekadar pengumuman biasa, melainkan sebuah pengingat kuat tentang identitas dan kebanggaan kota Efesus. Kota ini dikenal di seluruh dunia kuno sebagai penjaga kuil Dewi Artemis, salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia Kuno. Kuil ini bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga simbol kekuatan, kemakmuran, dan status kota Efesus.

Peristiwa yang memicu ucapan juru tulis kota ini adalah kerusuhan besar yang dipicu oleh Demetrius, seorang pengrajin perak. Demetrius dan rekan-rekannya merasa bisnis mereka terancam oleh ajaran Paulus yang menolak penyembahan berhala. Mereka secara massal berkumpul di teater kota, meneriakkan "Besarlah Artemis orang Efesus!" Hal ini menunjukkan betapa dalam akar kepercayaan dan tradisi pagan tertanam di hati masyarakat Efesus. Mereka melihat pengajaran Paulus sebagai penghinaan terhadap dewi pelindung mereka, yang dipercaya sebagai anugerah ilahi yang "jatuh dari langit".

Juru tulis kota, dengan kebijaksanaan dan wewenangnya, berhasil menenangkan kerumunan yang marah. Ia menggunakan argumen logis dan pemahaman tentang kebanggaan lokal untuk meredakan ketegangan. Ucapan "Hai penduduk kota Efesus! Siapakah gerangan yang tidak tahu..." menunjukkan bahwa kemasyhuran Artemis dan kuilnya telah melampaui batas kota, dikenal bahkan oleh orang-orang di luar wilayah mereka. Ini adalah pengakuan atas pentingnya Efesus sebagai pusat keagamaan dan budaya.

Kisah ini juga menyoroti dampak signifikan yang ditimbulkan oleh pelayanan Rasul Paulus di Efesus. Meskipun ada perlawanan yang kuat, ajaran Injil Kristus mampu menembus dan mengubah banyak orang di kota yang dipenuhi tradisi pagan. Pergolakan ini menunjukkan adanya perjuangan antara keyakinan lama dan kebenaran baru yang dibawa oleh Kekristenan. Juru tulis kota, dengan caranya sendiri, mengakui kekuatan dan pengaruh Artemis yang diyakini turun-temurun, sambil tanpa disadari menjadi saksi akan pengaruh lain yang sedang berkembang.

Lebih dari sekadar catatan sejarah, kisah ini mengingatkan kita tentang bagaimana keyakinan dan identitas sering kali terjalin erat dengan tradisi dan simbol-simbol budaya. Efesus, dengan "Artemis yang maha besar" dan "patung yang jatuh dari langit", memiliki identitas yang kuat yang diperjuangkan mati-matian oleh penduduknya. Pengakuan juru tulis kota tersebut adalah sebuah validasi atas keagungan Efesus di mata dunia pada masa itu, sekaligus menjadi latar yang dramatis bagi penyebaran pesan Injil.