"Ketika tiba hari Pentakosta, mereka semua berkumpul di satu tempat. Tiba-tiba turunlah dari langit bunyi gempuruh seperti deru angin yang dahsyat dan memenuhi seluruh rumah, tempat mereka duduk. Dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing. Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa lain, sebagaimana Roh itu mengaruniakan mereka untuk mengatakannya." (Kisah Para Rasul 2:1-4)
Kisah Para Rasul, sebuah kitab yang kaya akan sejarah awal gereja, membuka pintunya kepada kita untuk memahami bagaimana iman Kristen bertumbuh dan menyebar ke seluruh dunia. Ayat pembuka dari pasal 2 ini mencatat momen krusial yang dikenal sebagai hari Pentakosta, sebuah peristiwa transformatif yang menjadi fondasi gereja perdana. Mari kita selami lebih dalam makna dan dampak dari kisah rasul ini, khususnya dalam konteks kehadiran Roh Kudus dan persekutuan yang harmonis.
Hari Pentakosta bukan sekadar perayaan keagamaan bagi bangsa Yahudi, tetapi menjadi titik balik yang menandai permulaan pelayanan para rasul dalam skala global. Seperti yang digambarkan dalam Kisah Para Rasul 2:1-4, para murid Yesus yang telah berkumpul dalam satu tempat tiba-tiba mengalami kehadiran ilahi yang luar biasa. Suara gempuruh bagai angin dan lidah-lidah api yang hinggap pada mereka melambangkan kuasa dan pembaruan yang diberikan oleh Roh Kudus.
Penuhan Roh Kudus ini memberikan keberanian dan kemampuan baru kepada para rasul. Mereka tidak lagi sekadar pengikut yang bersembunyi, tetapi menjadi saksi-saksi Kristus yang berani. Kemampuan berbicara dalam berbagai bahasa asing yang tiba-tiba mereka kuasai adalah bukti nyata dari campur tangan ilahi, memungkinkan mereka untuk menjangkau berbagai bangsa yang hadir di Yerusalem saat itu. Ini adalah awal dari perluasan Injil yang melintasi batas-batas budaya dan bahasa.
Setelah mengalami pencurahan Roh Kudus, Petrus bangkit berdiri dan menyampaikan khotbah yang penuh kuasa, menjelaskan arti dari peristiwa yang baru saja terjadi. Khotbah ini begitu menggugah hati sehingga banyak orang yang mendengarnya bertobat dan menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat. Inilah awal dari pertumbuhan gereja yang pesat, di mana ribuan orang ditambahkan kepada jemaat setiap harinya.
Kisah Para Rasul 2:42-47 kemudian menggambarkan kehidupan persekutuan jemaat mula-mula. Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Mereka berkumpul untuk memecah roti dan berdoa. Kebaikan dan sukacita memenuhi hati mereka, dan mereka berbagi segala sesuatu yang mereka miliki. Kehidupan bersama yang penuh kasih ini menjadi kesaksian yang kuat bagi dunia di sekeliling mereka, menarik banyak orang untuk mengenal Kristus.
Kisah rasul ini, khususnya mengenai Pentakosta, mengajarkan kepada kita tentang pentingnya Roh Kudus dalam kehidupan orang percaya. Kuasa, hikmat, dan pimpinan Roh Kudus masih tersedia bagi kita hari ini, memungkinkan kita untuk hidup kudus, bersaksi dengan berani, dan melayani sesama dengan kasih.
Lebih dari itu, kisah ini menegaskan nilai fundamental dari persekutuan. Dalam dunia yang seringkali terpecah belah, teladan jemaat mula-mula mengingatkan kita akan pentingnya bersatu dalam Kristus, saling mengasihi, mendukung, dan berbagi berkat. Dengan memelihara hubungan yang erat satu sama lain, kita dapat menjadi kesaksian yang hidup bagi dunia, sebagaimana para rasul melakukannya di masa lalu. Kisah rasul 2:20, meskipun tidak disebutkan secara eksplisit, menyiratkan akhir dari kegelapan dan permulaan terang ilahi yang memancar melalui karya Kristus dan Roh Kudus.
Mari kita renungkan dan terapkan pelajaran berharga dari kisah rasul ini dalam kehidupan kita sehari-hari, agar kita dapat terus menjadi terang dan garam di tengah dunia.