"Ketika itu ada orang Yahudi yang saleh dari tiap-tiap bangsa di bawah langit datang ke Yerusalem."
Ayat kelima dari pasal kedua Kitab Para Rasul membuka sebuah pemandangan yang luar biasa di Yerusalem pada hari Pentakosta. Yerusalem, kota suci bagi umat Yahudi, pada saat itu dipenuhi oleh para peziarah yang datang dari berbagai penjuru dunia. Mereka berkumpul untuk merayakan salah satu hari raya terpenting dalam kalender Yahudi, yaitu Hari Raya Panen atau Syahadat (Shavuot), yang juga dikenal sebagai Pentakosta. Ini adalah momen perayaan syukur atas panen yang telah diberikan, sekaligus mengenang peristiwa pemberian Taurat di Gunung Sinai.
Namun, kedatangan mereka kali ini tidak hanya untuk ritual keagamaan biasa. Mereka datang di saat yang krusial dalam sejarah keselamatan. Sebagaimana dicatat dalam konteks ayat-ayat sebelumnya, para murid Yesus Kristus sedang berkumpul di satu tempat, dan tiba-tiba terdengar bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah tempat mereka berada. Lidah-lidah api tampak membagi-bagikan diri dan hinggap di atas kepala masing-masing dari mereka. Inilah permulaan pencurahan Roh Kudus yang dijanjikan oleh Yesus sebelum kenaikan-Nya ke surga.
Keluasan geografis para pengunjung Yerusalem pada masa itu sungguh menakjubkan. Mereka berasal dari "tiap-tiap bangsa di bawah langit." Ini mencakup wilayah yang sangat luas, meliputi Parthia, Media, Elam, Mesopotamia, Yudea, Kapadokia, Pontus, Asia, Frigia, Pamfilia, Mesir, bagian-bagian Libya yang dekat Kirene, orang-orang Romawi yang tinggal di sana, baik orang Yahudi maupun penganut agama Yahudi. Keragaman ini menunjukkan betapa sentralnya Yerusalem sebagai pusat spiritual bagi orang Yahudi diaspora pada masa itu.
Momen pencurahan Roh Kudus menjadi sangat dramatis karena para murid yang tadinya berbicara dalam satu bahasa, kini mulai berbicara dalam berbagai bahasa lain, sesuai dengan bahasa dari orang-orang yang hadir. Fenomena ini sangat mengejutkan dan membingungkan para peziarah. Sebagian dari mereka terheran-heran, sebagian lagi meragukan, bahkan ada yang menuduh bahwa para murid itu mabuk karena anggur baru. Namun, di tengah kebingungan itu, Rasul Petrus bangkit berdiri dan memberikan khotbah yang kuat, menjelaskan bahwa peristiwa ini adalah penggenapan nubuat Nabi Yoel tentang pencurahan Roh Allah atas segala makhluk.
Kisah Rasul 2:5, bersama dengan peristiwa yang mengikutinya, menjadi titik tolak yang fundamental bagi penyebaran Injil. Mukjizat Pentakosta bukan hanya sebuah pertunjukan kekuatan ilahi, melainkan sebuah sarana yang memungkinkan pesan keselamatan dari Yesus Kristus dapat dipahami oleh orang-orang dari latar belakang budaya dan bahasa yang berbeda. Roh Kudus memberdayakan para murid untuk bersaksi dengan keberanian dan kejelasan, dan para pendengar dapat menerima kebenaran Firman Tuhan dalam bahasa mereka sendiri.
Kejadian ini menandai awal dari gereja universal, yang tidak lagi terbatas pada satu kelompok etnis atau bahasa tertentu, melainkan terbuka bagi semua bangsa. Ini adalah demonstrasi nyata dari kasih Allah yang melampaui batas-batas duniawi dan merangkul seluruh umat manusia. Peristiwa Pentakosta, yang dimulai dengan adanya kerumunan saleh dari "tiap-tiap bangsa di bawah langit," menjadi saksi bisu dari kuasa persatuan di dalam Kristus, yang mampu menyatukan perbedaan menjadi satu kesaksian ilahi. Kisah ini terus menginspirasi hingga kini, mengingatkan kita akan panggilan untuk berbagi kabar baik kepada setiap suku, bahasa, kaum, dan bangsa.