"Maka ambillah orang-orang ini, tahirkanlah dirimu bersama mereka dan tanggunglah belanja mereka, supaya mereka dapat mencukur kepala mereka; dan demikianlah akan diketahui oleh semua orang, bahwa segala sesuatu yang mereka dengar tentang engkau, adalah kosong belaka, dan bahwa engkau, sama seperti orang lain, menepati hukum Taurat."
Gambar di atas melambangkan keharmonisan dan persatuan dalam komunitas.
Kisah Rasul pasal 21 ayat 26 memberikan sebuah gambaran yang kaya akan makna tentang bagaimana para pemimpin gereja awal menghadapi sebuah situasi yang penuh tantangan. Rasuli Paulus, yang telah melakukan perjalanan misi yang luar biasa dan membawa Injil ke berbagai penjuru dunia, tiba di Yerusalem. Di sana, ia disambut dengan kabar bahwa banyak orang Yahudi yang telah percaya kepada Kristus masih berpegang teguh pada hukum Taurat, bahkan merasa cemas dan salah paham mengenai ajaran Paulus terkait dengan hukum tersebut.
Dalam konteks ini, Yakobus, saudara Tuhan Yesus dan seorang pemimpin penting di gereja Yerusalem, bersama dengan para tua-tua, memberikan nasihat kepada Paulus. Nasihat ini bukanlah sebuah perintah untuk mengkhianati prinsip-prinsip Injil yang telah Paulus beritakan, melainkan sebuah strategi pragmatis untuk meredakan ketegangan dan kesalahpahaman yang ada. Ayat 26 secara spesifik menyoroti poin penting: mengambil empat orang yang telah bernazar, menanggung biaya mereka, dan ikut serta dalam upacara pentahiran diri bersama mereka.
Tindakan ini memiliki beberapa tujuan penting. Pertama, hal ini menunjukkan kepada komunitas Yahudi bahwa Paulus sendiri masih menghormati dan menepati hukum Taurat. Meskipun Paulus mengajarkan bahwa keselamatan tidak lagi bergantung pada ketaatan terhadap hukum Taurat, ia tidak pernah mengajarkan untuk menolaknya secara terang-terangan atau merendahkannya. Ia memahami pentingnya tradisi dan bagaimana menyajikan kebenaran Injil dengan cara yang dapat diterima oleh latar belakang budaya yang berbeda, terutama bagi orang-orang Yahudi yang baru bertobat.
Kedua, dengan menanggung biaya dan berpartisipasi dalam upacara tersebut, Paulus memberikan bukti nyata dari kerendahan hatinya dan kesiapannya untuk beradaptasi demi kesatuan jemaat. Ini adalah sebuah tindakan pengorbanan diri, di mana Paulus bersedia untuk melalui sebuah ritual yang mungkin secara pribadi tidak lagi menjadi keharusan baginya sebagai seorang percaya dalam Kristus, demi kebaikan yang lebih besar: tercapainya pemahaman yang benar dan terhindarnya perpecahan dalam gereja.
Kisah ini mengingatkan kita pada pentingnya hikmat dan kepekaan dalam pelayanan. Terkadang, dalam upaya untuk menyampaikan kebenaran, kita perlu mempertimbangkan bagaimana pesan tersebut diterima. Bukan berarti kita mengkompromikan kebenaran Injil, tetapi kita belajar untuk menyajikannya dengan cara yang paling efektif, dengan mempertimbangkan latar belakang dan perasaan orang lain. Paulus, dalam segala pencapaiannya, menunjukkan bahwa ia adalah seorang yang sangat peduli pada kesatuan tubuh Kristus. Ia siap untuk menjadi seperti orang Yahudi agar dapat memenangkan orang Yahudi (1 Korintus 9:20), sebuah prinsip yang sangat relevan hingga kini.
Ayat ini mengajarkan kita bahwa ketaatan kepada Tuhan juga mencakup ketaatan terhadap nasihat yang bijak dari saudara seiman yang dipercayai, terutama jika hal itu dapat membawa kedamaian dan kejelasan. Ini adalah sebuah teladan keberanian dan kasih yang menginspirasi, di mana kebenaran Injil dijalani dengan cara yang memuliakan Tuhan dan membangun sesama.