Kisah Rasul 22: Rasul yang Dihajar dan Dibebaskan

"Setelah orang banyak itu mendengar perkataan Paulus, mereka berteriak: "Singkirkan orang ini dari muka bumi, sebab tidak layak ia hidup!" (Kisah Para Rasul 22:22)
PA

Kitab Kisah Para Rasul pasal 22 mencatat sebuah momen dramatis dalam kehidupan Rasul Paulus. Setelah khotbahnya yang penuh semangat di Yerusalem, suasana yang tadinya menunjukkan sedikit harapan untuk diterima justru berbalik menjadi kemarahan yang membabi buta. Ayat 22, yang menjadi inti perikop ini, menggambarkan puncak dari kekacauan tersebut, di mana teriakan massa bergema, menuntut kematian Paulus.

Paulus, yang sebelumnya telah membela diri di hadapan orang banyak Yahudi, menggunakan kesempatannya untuk menceritakan kembali kisah hidupnya. Ia menekankan latar belakang Yahudinya, ketaatannya pada Taurat, dan bagaimana ia menjadi penganiaya pengikut Kristus. Namun, ketika ia sampai pada bagian di mana ia berbicara tentang panggilan ilahi yang diterimanya untuk melayani bangsa-bangsa bukan Yahudi, kesabaran massa habis. Kata-kata Paulus mengenai pengutusan kepada bangsa lain, yang dianggapnya sebagai perintah langsung dari Tuhan, justru memicu kebencian dan kemarahan yang tak terkendali.

Seruan "Singkirkan orang ini dari muka bumi, sebab tidak layak ia hidup!" (Kisah Para Rasul 22:22) bukanlah sekadar teriakan kemarahan sesaat. Itu adalah penolakan total terhadap pesan dan pribadi Paulus. Bagi mereka yang masih terikat pada tradisi dan pandangan eksklusif, gagasan bahwa Injil diperluas kepada orang non-Yahudi adalah penghinaan yang tidak dapat ditoleransi. Paulus, sang rasul yang dulunya adalah penganiaya, kini berada dalam bahaya maut karena kabar baik yang ia bawa.

Untungnya, para pemimpin militer Romawi, yang merasa khawatir dengan kericuhan yang semakin memuncak, segera bertindak. Mereka mengintervensi dan membawa Paulus ke dalam benteng untuk melindunginya dari amukan massa. Kejadian ini menunjukkan betapa kuatnya resistensi terhadap Injil di kalangan sebagian umat Yahudi pada masa itu. Meskipun Paulus telah berusaha keras untuk menjembatani pemahaman, perbedaan teologis dan kebangsaan yang mendalam membuatnya menjadi sasaran kemarahan yang luar biasa.

Namun, di tengah ancaman dan kebencian itu, kebebasan Paulus justru datang melalui campur tangan otoritas Romawi. Ini adalah sebuah ironi, di mana kekuasaan asing justru menjadi pelindungnya dari sesamanya sendiri. Kisah ini mengajarkan kita tentang perjuangan yang dihadapi para rasul dalam menyebarkan Kabar Baik, serta betapa pentingnya keberanian dan kepercayaan kepada panggilan ilahi, bahkan di saat-saat paling berbahaya sekalipun. Peristiwa di pasal 22 ini menjadi bukti nyata betapa teguhnya iman Paulus dalam menghadapi penolakan dan ancaman.