Kisah Para Rasul 25:1-27 & 20:1-38
Perjalanan iman para rasul, khususnya Rasul Paulus, dipenuhi dengan tantangan, cobaan, dan pengorbanan yang tak terhingga. Melalui catatan dalam Kisah Para Rasul, kita diajak menyelami keteguhan hati mereka dalam memberitakan Injil Kristus ke berbagai penjuru dunia. Kisah Para Rasul pasal 25 membawa kita pada babak penting dalam kehidupan Paulus, di mana ia menghadapi serangkaian persidangan dan perlakuan yang menguji kesabarannya. Setelah ditangkap di Yerusalem dan sempat diadili di hadapan Sanhedrin, serta lolos dari rencana pembunuhan, Paulus akhirnya dibawa ke Kaisarea untuk diadili oleh wali negeri Feliks. Namun, kasusnya terus berlarut-larut tanpa penyelesaian yang jelas.
Kisah Para Rasul 25 dimulai dengan kedatangan wali negeri baru, Festus, menggantikan Feliks. Para pemimpin Yahudi melihat ini sebagai kesempatan baru untuk menuntut Paulus. Mereka kembali mengajukan tuduhan kepada Festus, berharap kali ini Paulus akan dijatuhi hukuman. Namun, Festus, yang ingin menunjukkan dirinya cakap kepada orang Yahudi, mengusulkan agar persidangan Paulus diadakan di Yerusalem. Paulus, yang sadar akan bahaya yang mengintai di Yerusalem, menggunakan haknya sebagai warga negara Romawi untuk mengajukan banding kepada Kaisar. Permohonan banding ini membuat Festus terpaksa mengirim Paulus ke Roma, untuk diadili langsung di hadapan Kaisar Nero.
Sebelum keputusan akhir diambil, Raja Agripa II dan permaisurinya, Berenike, datang mengunjungi Festus. Festus memanfaatkan kesempatan ini untuk memaparkan kasus Paulus kepada mereka. Percakapan ini menjadi momen krusial di mana Paulus mendapatkan kesempatan lagi untuk memberikan kesaksian tentang imannya dan kebangkitan Yesus Kristus. Ia berbicara dengan penuh keberanian dan hikmat, menjelaskan transformasinya dari penganiaya menjadi pengikut Kristus. Agripa sendiri mengakui bahwa Paulus tidak melakukan kesalahan yang pantas dihukum mati atau dipenjara, meskipun ia tidak sepenuhnya menerima ajaran Kristen. Peristiwa ini menunjukkan bagaimana Tuhan bekerja melalui berbagai situasi, bahkan dalam kesulitan, untuk membuka jalan bagi kesaksian Injil.
Sementara Kisah Para Rasul 25 berfokus pada masa persidangan Paulus di Kaisarea dan perjalanannya ke Roma, Kisah Para Rasul pasal 20 memberikan gambaran emosional tentang perpisahan Paulus dengan jemaat Efesus. Setelah menghabiskan waktu yang cukup lama di kota itu, Paulus memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya. Ia memanggil para penatua jemaat Efesus ke Miletus untuk mengucapkan salam perpisahan. Momen ini dipenuhi dengan kesedihan dan air mata, baik dari Paulus maupun dari para penatua. Mereka menyadari bahwa mereka mungkin tidak akan bertemu lagi di dunia ini.
Dalam perpisahan yang mengharukan ini, Paulus memberikan nasihat yang mendalam dan berharga kepada para pemimpin jemaat. Ia mengingatkan mereka tentang panggilannya untuk menggembalakan kawanan domba Tuhan, yang telah ditebus dengan darah-Nya sendiri. Paulus menekankan pentingnya kewaspadaan terhadap ajaran sesat yang akan datang dan ancaman dari dalam maupun luar jemaat. Ia berpesan agar mereka tidak mencari keuntungan pribadi, tetapi melayani dengan kerendahan hati dan ketekunan. Teladannya sendiri, yang bekerja keras untuk menafkahi dirinya dan mereka yang bersama dengannya, menjadi contoh nyata dari prinsip yang ia ajarkan.
Nasihat Paulus di Miletus bukanlah sekadar kata-kata perpisahan, melainkan sebuah warisan rohani yang abadi bagi gereja. Ia mendorong para penatua untuk terus bertekun dalam pekerjaan pelayanan, senantiasa mengandalkan kasih karunia Tuhan. Perpisahan yang penuh kasih ini menegaskan betapa pentingnya peran kepemimpinan rohani dalam menjaga keutuhan dan pertumbuhan jemaat. Kisah para rasul memberikan kita pelajaran berharga tentang keberanian, kesetiaan, dan kasih yang menginspirasi generasi demi generasi dalam perjalanan iman. Peristiwa di Kaisarea dan perpisahan di Miletus, meskipun berbeda konteks, sama-sama menampilkan karakter Kristus yang terpancar dalam kehidupan para hamba-Nya yang setia.