"Raja-raja dunia bangkit menentang, dan para penguasa bersekongkol bersama melawan TUHAN dan melawan Yang Diurapi-Nya."
(Kisah Para Rasul 4:26)
Simbol persekongkolan dan otoritas ilahi.
Ayat Kisah Para Rasul 4:26 merupakan sebuah kutipan dari Mazmur 2, yang menggarisbawahi realitas pergolakan yang dihadapi oleh umat Tuhan sepanjang sejarah. Ayat ini menjadi saksi bisu betapa kekuatan duniawi seringkali merasa terancam oleh kehadiran dan pesan kebenaran ilahi, sehingga menimbulkan reaksi penolakan dan persekongkolan. Dalam konteks peristiwa yang diceritakan di Kisah Para Rasul, para rasul, terutama Petrus dan Yohanes, baru saja menyaksikan dan mengalami mukjizat penyembuhan seorang yang lumpuh di Gerbang Indah Bait Allah. Tindakan ini, yang dilakukan atas nama Yesus Kristus, segera menarik perhatian para pemimpin agama Yahudi, seperti para tua-tua, imam-imam kepala, dan ahli-ahli Taurat.
Kecemasan dan kemarahan melanda para pemimpin tersebut karena pesan yang dibawa oleh para rasul berbicara tentang kebangkitan Yesus, yang merupakan peneguhan otoritas ilahi-Nya dan penolakan terhadap kekuasaan mereka sendiri yang telah menolak dan menyalibkan Sang Mesias. Mereka melihat khotbah para rasul sebagai ancaman langsung terhadap tatanan sosial dan keagamaan yang telah mereka bangun dan pertahankan. Para rasul berbicara dengan keberanian yang luar biasa, menyatakan bahwa keselamatan hanya ada dalam nama Yesus, dan bahwa penyembuhan itu terjadi melalui iman kepada-Nya.
Peristiwa ini memicu penangkapan Petrus dan Yohanes. Di hadapan Mahkamah Agama (Sanhedrin), mereka diinterogasi mengenai kuasa dan nama siapa mereka melakukan perbuatan itu. Petrus, dipenuhi oleh Roh Kudus, menjawab dengan tegas, menyatakan bahwa perbuatan baik itu dilakukan dalam nama Yesus Kristus dari Nazaret, yang telah mereka salibkan namun dibangkitkan oleh Allah. Jawaban ini sungguh-sungguh mengguncang para pemimpin. Mereka melihat para rasul sebagai orang biasa, tidak berpendidikan tinggi, namun berbicara dengan hikmat dan otoritas yang mengejutkan. Pengakuan terang-terangan tentang Yesus sebagai Yang Diurapi (Mesias) Allah, di hadapan mereka yang telah menolak-Nya, adalah sesuatu yang tidak dapat mereka toleransi.
Dalam kebuntuan untuk membungkam para rasul tanpa menimbulkan keributan yang lebih besar dari rakyat yang mengagumi mukjizat itu, para pemimpin agama memutuskan untuk mengancam dan melarang mereka berbicara atau mengajar lagi dalam nama Yesus. Namun, reaksi para rasul adalah penolakan yang berani. Mereka menyatakan bahwa mereka lebih taat kepada Allah daripada kepada manusia. Di sinilah ayat Kisah Para Rasul 4:26 relevan. Meskipun para penguasa duniawi berusaha untuk menindas kebenaran, dan meskipun mereka bersekongkol untuk menghentikan penyebaran Injil, rencana mereka pada akhirnya akan berhadapan dengan kedaulatan Allah. Allah yang berkuasa, yang mengurapi Yesus, tidak akan membiarkan rencana manusia menggagalkan tujuan-Nya. Ayat ini mengingatkan kita bahwa tantangan dan penindasan terhadap iman bukanlah hal baru, melainkan sebuah pola yang berulang dalam sejarah, yang seringkali diperkuat oleh para penguasa yang merasa terancam oleh kebenaran ilahi.