Ayat yang tercantum dalam Kitab Kisah Para Rasul pasal 4, ayat 32, bukan sekadar sebuah kalimat yang tertulis dalam kitab suci, melainkan sebuah gambaran hidup tentang bagaimana komunitas para pengikut Kristus pertama kali menjalani kehidupan iman mereka. Ayat ini secara ringkas merangkum esensi dari persatuan yang mendalam dan kepedulian yang tulus di antara jemaat awal.
Setelah peristiwa penyembuhan orang lumpuh di Gerbang Indah Bait Allah dan khotbah Petrus yang membawa banyak orang percaya, jemaat mula-mula mengalami pertumbuhan yang signifikan. Pertumbuhan ini bukan hanya dalam jumlah, tetapi juga dalam kualitas spiritual. Ayat 32 memberikan sorotan utama pada aspek sosial dan komunal dari pertumbuhan ini. Frasa "mereka sehati dan sepikir" menunjukkan adanya keselarasan yang luar biasa dalam pemikiran, perasaan, dan tujuan mereka. Ini bukan keseragaman yang dipaksakan, melainkan sebuah kesatuan yang lahir dari hati yang sama, yaitu kasih kepada Tuhan dan sesama.
Lebih jauh lagi, ayat ini menyoroti praktik yang radikal dan transformatif: "tidak seorangpun yang menganggap kepunyaannya sendiri sebagai miliknya, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama." Pernyataan ini menggambarkan sebuah sistem kepemilikan yang sangat berbeda dari kebanyakan masyarakat pada umumnya. Dalam jemaat mula-mula, konsep kepemilikan pribadi sangat terkikis. Harta benda, sumber daya, bahkan kebutuhan sehari-hari dikelola secara komunal. Jika ada yang memiliki rumah, ia siap memberikannya bagi yang membutuhkan. Jika ada yang memiliki makanan, ia akan membagikannya tanpa ragu. Prinsip ini bukanlah perintah paksaan, melainkan sebuah konsekuensi alami dari pemahaman mereka tentang ajaran Kristus dan kasih yang telah dicurahkan dalam hati mereka.
Praktik ini tentu saja memiliki dampak yang luar biasa. Pertama, hal ini menghilangkan kesenjangan ekonomi di antara mereka. Tidak ada lagi yang miskin di tengah kelimpahan, dan tidak ada lagi yang kelaparan di tengah kecukupan. Kedua, persatuan yang terwujud dalam berbagi ini menjadi kesaksian yang kuat bagi dunia di sekitarnya. Bagaimana mungkin sekelompok orang bisa hidup begitu harmonis dan saling peduli tanpa adanya motif egois? Ini adalah manifestasi nyata dari kasih Kristus yang bekerja melalui para pengikut-Nya.
Kisah Rasul 4:32 mengingatkan kita bahwa iman yang sejati tidak hanya terbatas pada keyakinan pribadi, tetapi juga harus termanifestasi dalam tindakan nyata, terutama dalam cara kita berhubungan dengan sesama. Semangat "sehati dan sepikir" serta kesediaan untuk berbagi segala sesuatu adalah cita-cita yang masih relevan hingga kini. Dalam dunia yang seringkali dilanda perpecahan dan keserakahan, teladan jemaat mula-mula ini menjadi mercusuar harapan, menunjukkan bahwa persatuan sejati dan kasih yang melimpah adalah mungkin, dan menjadi saksi paling kuat bagi kebenaran Injil.