"Lalu kepala pengawal dan para pengawalnya pergi menjemput para rasul itu tanpa kekerasan, sebab mereka takut orang-orang akan melontari mereka dengan batu."
Ilustrasi sederhana yang melambangkan kedamaian dan ketiadaan kekerasan.
Ayat ini dari Kisah Para Rasul 5:26 memberikan gambaran yang menarik tentang bagaimana para rasul, meskipun baru saja dibebaskan secara ajaib dari penjara oleh malaikat, kini dihadapi oleh otoritas Bait Allah. Kepala pengawal Bait Allah, bersama para pengawalnya, diutus untuk membawa kembali para rasul ke hadapan Sanhedrin. Namun, yang patut digarisbawahi di sini adalah cara mereka bertindak: "tanpa kekerasan". Hal ini menunjukkan sebuah pertimbangan, sebuah ketakutan yang tersirat dalam tindakan mereka.
Mengapa para pengawal tersebut merasa perlu untuk bertindak tanpa kekerasan? Alkitab menjelaskan alasannya: "sebab mereka takut orang-orang akan melontari mereka dengan batu." Ketakutan ini bukan hanya sekadar rasa cemas, melainkan sebuah pengakuan akan pengaruh dan dukungan kuat yang dimiliki para rasul di mata masyarakat Yerusalem pada masa itu. Banyak orang telah menyaksikan atau mendengar tentang mukjizat-mukjizat yang dilakukan oleh para rasul, dan pengajaran mereka tentang Yesus Kristus telah menyentuh hati banyak orang. Para rasul bukan hanya dianggap sebagai pengikut Yesus yang baru, tetapi juga sebagai tokoh yang penuh kuasa ilahi, yang seringkali membuat mukjizat penyembuhan dan membawa perubahan positif.
Ketika para pengawal dikirim untuk menangkap para rasul, mereka tidak ingin menimbulkan keributan yang bisa berujung pada kemarahan massa. Masyarakat Yerusalem, terutama para pendukung para rasul, sangat melindungi mereka. Bayangkan jika para pengawal bertindak kasar, mungkin menarik-narik para rasul atau mengancam mereka. Reaksi dari kerumunan yang mungkin berkumpul di sekitar mereka bisa sangat buruk, bahkan sampai melempari para pengawal dengan batu. Ini menunjukkan bahwa meskipun otoritas agama ingin membungkam para rasul, mereka juga harus berhati-hati terhadap opini publik dan potensi kekacauan sosial.
Peristiwa ini mencerminkan dua hal penting. Pertama, otoritas agama pada masa itu merasa terancam oleh ajaran dan perbuatan para rasul. Mereka berusaha keras untuk menghentikan penyebaran Injil. Kedua, meskipun menghadapi ancaman, para rasul terus bersaksi dengan berani, dan kuasa Allah bekerja melalui mereka, bahkan sampai mempengaruhi tindakan para penangkap mereka. Keberanian para rasul ini, dikombinasikan dengan rasa hormat yang tumbuh di kalangan masyarakat, menciptakan situasi yang unik. Para pengawal, meskipun diperintahkan untuk membawa para rasul, harus melakukannya dengan hati-hati, untuk menghindari kemarahan publik yang bisa membahayakan diri mereka sendiri.
Jadi, Kisah Rasul 5:26 bukan sekadar catatan tentang sebuah penangkapan, tetapi lebih dari itu, ini adalah bukti nyata tentang bagaimana firman Tuhan yang disampaikan melalui para rasul memiliki dampak yang signifikan. Dampak ini tidak hanya pada hati orang percaya, tetapi juga pada cara dunia melihat dan merespons para hamba Tuhan tersebut. Bahkan orang-orang yang ditugaskan untuk menahan mereka pun merasakan adanya kekuatan yang berbeda, yang membuat mereka bertindak dengan kehati-hatian, terlepas dari niat otoritas yang lebih tinggi.