Kisah Rasul 5:4 - Kebenaran yang Tak Ternoda

"Apabila engkau membelinya, bukankah uangnya itu tetap jadi milikmu, dan sesudah dijual, bukankah uangnya itu tetap jadi kuasamu? Mengapa engkau telah berketetapan dalam hatimu untuk melakukan perbuatan itu? Engkau tidak berdusta kepada manusia, tetapi kepada Allah."

Simbol Kehidupan Rohani dan Kebenaran

Ayat dari Kisah Para Rasul 5:4 ini merupakan bagian penting dari sebuah narasi yang mendalam mengenai kejujuran, integritas, dan konsekuensi dari ketidakjujuran, terutama ketika berhubungan dengan hal-hal rohani. Cerita ini melibatkan Ananias dan Safira, sepasang suami istri yang berusaha untuk memberikan kesan yang lebih baik di hadapan jemaat mula-mula dengan menyumbangkan sebagian dari hasil penjualan tanah mereka, namun menyimpan sebagian lagi untuk diri sendiri tanpa memberitahukannya.

Dalam konteks jemaat mula-mula, semangat berbagi dan kemurahan hati menjadi nilai yang sangat dijunjung tinggi. Para rasul, melalui bimbingan Roh Kudus, mampu melihat lebih dalam dari sekadar tindakan lahiriah. Ketika Ananias datang untuk mempersembahkan sebagian uang hasil penjualan tanahnya kepada para rasul, ia berpura-pura bahwa itu adalah seluruh hasil penjualan. Petrus, yang dipenuhi oleh Roh Kudus, dengan tegas mengungkapkan kebenaran di balik tindakan Ananias. Kalimat yang diucapkan Petrus, "Apabila engkau membelinya, bukankah uangnya itu tetap jadi milikmu, dan sesudah dijual, bukankah uangnya itu tetap jadi kuasamu? Mengapa engkau telah berketetapan dalam hatimu untuk melakukan perbuatan itu? Engkau tidak berdusta kepada manusia, tetapi kepada Allah," menjadi inti dari pelajaran yang ingin disampaikan.

Inti dari ayat ini bukan pada berapa banyak harta yang disumbangkan, tetapi pada motivasi di baliknya dan kebenaran yang diabaikan. Petrus mengingatkan Ananias bahwa tanah itu adalah miliknya sendiri, dan uang hasil penjualannya pun sepenuhnya berada di bawah kekuasaannya. Tidak ada kewajiban bagi siapa pun untuk menjual hartanya atau menyumbangkan seluruh hasilnya. Masalah utamanya adalah keinginan Ananias untuk menipu, untuk terlihat lebih saleh dan murah hati daripada yang sebenarnya. Ia telah membuat keputusan dalam hatinya untuk berbohong, dan kebohongan itu ditujukan bukan hanya kepada para rasul, melainkan secara langsung kepada Allah.

Kisah ini mengajarkan kepada kita pentingnya integritas dalam segala aspek kehidupan, terutama dalam persembahan dan pelayanan kepada Tuhan. Tuhan tidak melihat pada apa yang kita miliki atau berapa banyak yang kita berikan, melainkan pada hati kita. Keikhlasan dan kejujuran adalah hal yang utama. Dosa Ananias dan Safira bukanlah karena mereka tidak menyumbangkan seluruh hartanya, melainkan karena mereka berusaha untuk menipu dan memanipulasi situasi demi mendapatkan pujian dan pengakuan dari manusia. Mereka berdusta kepada Roh Kudus yang berbicara melalui Petrus.

Oleh karena itu, Kisah Rasul 5:4 menjadi pengingat abadi bahwa di hadapan Tuhan, ketulusan hati dan kejujuran lebih berharga daripada semua kekayaan dunia. Keselamatan dan hubungan yang benar dengan Tuhan dibangun di atas dasar kebenaran yang tak ternoda, baik dalam perkataan maupun perbuatan. Kita dipanggil untuk hidup dengan integritas, mengakui segala sesuatu kepada Tuhan, dan mengandalkan belas kasihan-Nya.