Kisah para Rasul pasal 6 mencatat momen krusial dalam perkembangan gereja mula-mula. Setelah penambahan jumlah murid yang signifikan, muncul berbagai dinamika, termasuk potensi perselisihan dan tantangan dari pihak luar. Ayat 13 dari pasal ini menyoroti salah satu bentuk oposisi yang dihadapi para rasul dan pengikut Kristus, yaitu tuduhan palsu dan kesaksian yang tidak benar.
Sebelum mencapai titik ini, para rasul telah menghadapi tugas berat dalam melayani jemaat. Salah satu persoalan awal yang terungkap adalah perbedaan perlakuan terhadap para janda berbahasa Yunani dibandingkan dengan janda berbahasa Ibrani dalam pembagian makanan harian. Hal ini mendorong para rasul untuk menunjuk tujuh orang yang penuh dengan Roh Kudus dan hikmat untuk mengurus pelayanan ini, sementara para rasul fokus pada doa dan pelayanan firman. Stefanus adalah salah satu dari tujuh orang tersebut, yang kemudian menjadi tokoh sentral dalam peristiwa yang mengarah pada ayat kutipan ini.
Perkembangan pesat gereja dan pemberitaan Injil oleh para rasul, terutama Stefanus, mulai menarik perhatian dan menimbulkan kecemburuan serta ketakutan di kalangan pihak-pihak tertentu. Kelompok-kelompok seperti sinagoge orang Liberti, Kirene, Aleksandria, Kilikia, dan Asia mulai berkonflik dengan Stefanus. Konflik ini tidak hanya bersifat teologis, tetapi juga meluas menjadi penangkapan dan dibawa ke Mahkamah Agama (Sanhedrin).
Visualisasi sederhana: Tiga bentuk segitiga merepresentasikan doa, pelayanan, dan kebenaran yang diperjuangkan.
Di hadapan Mahkamah Agama, Stefanus menghadapi tuduhan yang sangat serius. Ayat 13 secara gamblang menyatakan apa yang dituduhkan kepadanya: Stefanus dituduh terus-menerus menghujat tempat kudus dan hukum Taurat. Namun, tuduhan ini disampaikan melalui kesaksian palsu. Ini menunjukkan bahwa para penuduh tidak memiliki bukti nyata dan terpaksa menggunakan kebohongan untuk menjatuhkan Stefanus dan ajaran yang dibawanya. Mereka menyalahartikan atau memutarbalikkan perkataan dan perbuatan Stefanus untuk menciptakan narasi yang merusak reputasinya dan citra gereja.
Kisah rasul 6:13 memberikan gambaran tentang bagaimana kebenaran seringkali harus menghadapi perlawanan, bahkan melalui cara-cara yang tidak jujur. Kesaksian palsu adalah senjata ampuh yang digunakan untuk meruntuhkan kredibilitas seseorang dan menyebarkan keraguan. Ini mengingatkan kita untuk selalu bersikap kritis terhadap informasi yang kita terima dan tidak mudah terpengaruh oleh tuduhan tanpa dasar. Bagi Stefanus, kesaksian palsu ini menjadi batu loncatan menuju penganiayaan yang lebih besar, yang pada akhirnya membuatnya menjadi martir pertama gereja. Kisahnya mengajarkan tentang keberanian dalam menghadapi ketidakadilan dan kesetiaan pada keyakinan, meskipun dihadapkan pada penolakan dan kebohongan.