Kisah Rasul 6:2 - Pelayanan yang Dipilih

"Lebih baiklah jika kami meninggalkan pelayanan firman Allah untuk melayani meja."
PELAYANAN

Ayat dari Kisah Para Rasul 6:2 menggarisbawahi sebuah momen krusial dalam perkembangan gereja mula-mula. Ketika jemaat berkembang pesat, muncul kebutuhan mendesak untuk menyeimbangkan fokus pada pengajaran firman dengan pelayanan praktis kepada anggota jemaat yang membutuhkan. Para rasul, yang tugas utamanya adalah berdoa dan melayani firman, menghadapi tantangan logistik dan administratif yang semakin kompleks. Situasi ini memicu diskusi penting mengenai pembagian tugas dan pemanfaatan karunia rohani yang beragam di dalam tubuh Kristus.

Para rasul menyadari bahwa tanpa pelayanan yang terorganisir dengan baik, kebutuhan dasar anggota jemaat, terutama janda-janda yang berasal dari latar belakang Helenistik, bisa terabaikan. Keluhan yang muncul bukan sekadar masalah sepele, melainkan potensi perpecahan yang dapat mengganggu kesaksian gereja di tengah masyarakat. Oleh karena itu, keputusan bijak pun diambil. Mereka mengusulkan agar jemaat memilih tujuh orang yang memiliki reputasi baik, penuh dengan Roh Kudus dan hikmat, untuk mengambil alih tanggung jawab pelayanan sehari-hari, yang dalam ayat tersebut diistilahkan sebagai "melayani meja" atau pelayanan kebajikan.

Tindakan ini menunjukkan pemahaman mendalam para rasul tentang pentingnya spesialisasi dalam pelayanan. Mereka tidak ingin terbebani oleh urusan administrasi sehingga mengabaikan tugas spiritual utama mereka. Dengan mendelegasikan tugas "melayani meja" kepada individu yang tepat, para rasul dapat lebih fokus pada doa dan pemberitaan Injil. Ini adalah contoh klasik tentang bagaimana gereja dapat berfungsi secara efektif ketika setiap anggota berkontribusi sesuai dengan karunia dan panggilannya. Pelayanan "meja" bukanlah pelayanan yang lebih rendah, melainkan pelayanan yang esensial untuk menjaga keharmonisan dan kesejahteraan jemaat.

Pemilihan tujuh diaken ini menjadi tonggak sejarah dalam struktur gereja. Mereka dipilih bukan karena kedekatan pribadi, melainkan karena kualitas rohani dan kemampuan mereka untuk melayani dengan setia. Ini mengajarkan kepada kita bahwa setiap bentuk pelayanan, baik yang terlihat di depan umum maupun yang berjalan di balik layar, memiliki nilai yang sama di mata Tuhan asalkan dilakukan dengan hati yang tulus dan sesuai dengan kehendak-Nya. Kisah ini terus relevan hingga kini, mengingatkan gereja untuk terus mengevaluasi dan memastikan bahwa pelayanan firman dan pelayanan kebajikan berjalan seimbang, saling mendukung demi pertumbuhan dan kesaksian yang utuh. Pemilihan mereka diiringi dengan doa dan penumpangan tangan oleh para rasul, menunjukkan pengakuan dan dukungan atas tugas baru yang dipercayakan kepada mereka.