Kisah Para Rasul 6:14

"Sebab Stefanus, yang penuh dengan kasih karunia dan kekuatan, oleh-Nya mengadakan mujizat-mujizat dan tanda-tanda yang besar di tengah-tengah umat."

Mengungkap Kekuatan Iman Stefanus

Stefanus: Penuh Kasih Karunia

Ayat Kisah Para Rasul 6:14 mengisahkan tentang Stefanus, seorang diaken yang melayani jemaat mula-mula. Frasa "penuh dengan kasih karunia dan kekuatan" menggambarkan kualitas luar biasa yang dimiliki Stefanus. Ini bukan sekadar ucapan pujian biasa, melainkan pengakuan atas peranan Roh Kudus yang bekerja secara nyata dalam hidupnya. Kasih karunia di sini merujuk pada anugerah ilahi yang memampukan Stefanus tidak hanya dalam perkataan tetapi juga dalam perbuatan, sementara kekuatan menunjukkan kemampuan supranatural yang memungkinkannya melakukan hal-hal yang melampaui kekuatan manusia biasa.

Kehidupan Stefanus menjadi bukti nyata bahwa iman yang sejati tidak hanya diucapkan, tetapi juga dijalani dan diwujudkan. Kisah Para Rasul mencatat bahwa melalui Stefanus, "mujizat-mujizat dan tanda-tanda yang besar" terjadi di tengah-tengah umat. Ini menunjukkan bahwa pelayanan Stefanus bukan hanya bersifat administratif atau sosial, tetapi juga transformatif. Dia menjadi saluran berkat dan manifestasi kuasa Allah bagi banyak orang. Ayat ini menyoroti bagaimana keberadaan orang percaya yang dipenuhi Roh Kudus dapat membawa dampak signifikan bagi komunitas di sekitarnya, memuliakan nama Tuhan melalui perbuatan nyata.

Refleksi dari Kehidupan Stefanus

Kisah Stefanus dalam Kisah Para Rasul 6:14 memberikan pelajaran berharga bagi kita saat ini. Pertama, pentingnya pertumbuhan rohani yang mendalam. Untuk dapat menjadi "penuh dengan kasih karunia dan kekuatan," kita perlu secara konsisten memelihara hubungan kita dengan Tuhan melalui doa, pembacaan firman, dan ketaatan. Ini adalah sumber anugerah dan kekuatan ilahi yang tak terbatas. Ketika kita membiarkan Roh Kudus mengendalikan hidup kita, kita akan melihat bagaimana Tuhan dapat bekerja melalui kita untuk melakukan hal-hal yang luar biasa, bahkan di tengah tantangan dan kesulitan.

Kedua, ayat ini menekankan pentingnya pelayanan yang berdampak. Stefanus tidak hanya melayani kebutuhan fisik jemaat, tetapi juga menjadi saksi iman yang kuat. Mujizat dan tanda-tanda yang dilakukannya bukan semata-mata untuk pamer, melainkan untuk meneguhkan kebenaran Injil dan membawa orang kepada pengenalan akan Allah. Dalam kehidupan sehari-hari, kita dipanggil untuk menjadi saksi Kristus di tempat kita berada, baik melalui perkataan maupun perbuatan kasih. Setiap tindakan kebaikan, pelayanan tulus, dan kesaksian iman yang kita berikan, meskipun tampak kecil, dapat menjadi "mujizat" bagi orang lain dan membawa perubahan yang berarti.

Akhirnya, kisah Stefanus mengingatkan kita bahwa iman yang teguh seringkali menghadapi penolakan dan penganiayaan. Stefanus sendiri akhirnya menjadi martir pertama dalam sejarah gereja. Namun, bahkan dalam menghadapi kematian, ia tetap menunjukkan kasih karunia dan pengampunan, seperti yang tercatat dalam Kisah Para Rasul 7. Kisah Para Rasul 6:14 adalah awal dari narasi keberanian dan kesaksian Stefanus yang tidak tergoyahkan, sebuah teladan inspiratif bagi setiap orang percaya untuk hidup dalam kuasa dan kasih karunia Allah, serta menjadi terang di dunia yang gelap.