Pelayanan Diperluas untuk Keadilan Ilahi
"Lalu mereka membawa orang-orang itu ke hadapan rasul-rasul, dan setelah berdoa, rasul-rasul itu meletakkan tangan mereka atas mereka."
Ayat Kisah Para Rasul 6:6 merupakan momen krusial dalam perkembangan gereja mula-mula. Perpecahan dan ketidakadilan mulai timbul akibat perbedaan latar belakang para janda yang dilayani. Janda-janda dari kalangan Yahudi Helenistik (yang berbahasa Yunani dan berbudaya Yunani) merasa terabaikan dalam pembagian kebutuhan sehari-hari dibandingkan dengan janda-janda Yahudi Ibrani. Keluhan ini, meskipun mungkin tampak kecil, berpotensi menimbulkan perpecahan yang lebih besar dalam persatuan gereja yang baru lahir.
Menghadapi masalah ini, para rasul tidak mengambil jalan pintas dengan mengabaikan keluhan atau memaksakan solusi sepihak. Sebaliknya, mereka menunjukkan kebijaksanaan dan kepemimpinan yang luar biasa. Mereka mengumpulkan jemaat dan mengusulkan sebuah solusi yang revolusioner: mendelegasikan tanggung jawab pelayanan harian kepada tujuh orang yang dikenal memiliki hikmat, penuh Roh Kudus, dan dapat dipercaya.
Penunjukan ketujuh diaken ini bukanlah sekadar pembagian kerja. Ini adalah sebuah penegasan prinsip penting dalam pelayanan Kristen: bahwa setiap orang memiliki peran dan tanggung jawab, dan bahwa kepemimpinan rohani sejati berfokus pada pengajaran Firman dan doa, sementara tugas-tugas praktis dapat dipercayakan kepada anggota jemaat yang berkualitas. Para rasul menyadari bahwa jika mereka terus-menerus disibukkan dengan urusan pengaturan, mereka akan kehilangan fokus utama mereka dalam memberitakan Injil dan mendalami ajaran Kristus.
Ayat 6 secara spesifik menggambarkan proses penyerahan tanggung jawab tersebut. "Lalu mereka membawa orang-orang itu ke hadapan rasul-rasul, dan setelah berdoa, rasul-rasul itu meletakkan tangan mereka atas mereka." Tindakan ini memiliki makna simbolis yang mendalam. Membawa ketujuh orang tersebut ke hadapan para rasul menunjukkan pengakuan otoritas dan penyerahan tugas secara resmi. Doa adalah momen sakral untuk memohon berkat dan penyertaan Allah atas mereka yang akan melayani. Meletakkan tangan merupakan sebuah gestur pengudusan, penyerahan, dan pemberian kuasa ilahi untuk menjalankan tugas yang dipercayakan.
Dengan demikian, Kisah Para Rasul 6:6 tidak hanya mencatat sebuah peristiwa, tetapi juga mengajarkan prinsip-prinsip yang relevan hingga kini. Gereja harus selalu waspada terhadap potensi ketidakadilan, sekecil apapun itu. Kepemimpinan harus bijak dalam mendelegasikan tugas dan mempercayai anggota jemaat yang berkualitas. Penunjukan pelayan harus didasari doa dan penyerahan diri kepada kehendak Allah. Melalui perluasan pelayanan ini, gereja mula-mula menjadi lebih kuat, lebih terorganisir, dan mampu menjangkau lebih banyak orang dengan kabar baik.