"Lalu timbullah seorang raja baru yang tidak mengenal Yusuf."
Ayat ini muncul dalam pidato panjang Stefanus, salah satu diakon pertama, di hadapan Mahkamah Agama Yahudi. Stefanus sedang menceritakan sejarah keselamatan bangsa Israel, mulai dari Abraham, Ishak, Yakub, hingga Musa. Tujuannya adalah untuk menunjukkan bagaimana umat Allah berulang kali menolak para pemimpin dan nabi yang diutus-Nya, sebuah pola yang berpuncak pada penolakan mereka terhadap Yesus Kristus.
Ketika Stefanus sampai pada masa perbudakan di Mesir, ia menyebutkan bagaimana keturunan Yakub berkembang pesat di sana. Namun, keadaan mulai berubah. Ayat 7:18 ini menjadi titik krusial. Munculnya "seorang raja baru yang tidak mengenal Yusuf" menandai awal dari periode penindasan yang menyengsarakan bagi bangsa Israel di Mesir. Raja yang baru ini, yang kemungkinan merujuk pada Firaun baru yang naik tahta setelah dinasti yang ramah terhadap Yusuf telah berakhir, tidak memiliki apresiasi terhadap jasa-jasa Yusuf di masa lalu. Ia melihat bangsa Israel bukan sebagai tamu yang dihormati atau sekutu, melainkan sebagai ancaman potensial terhadap stabilitas dan kekuasaan Mesir.
Frasa "tidak mengenal Yusuf" bukan sekadar berarti ketidaktahuan sejarah semata. Ini menyiratkan ketidakpedulian terhadap kebaikan yang pernah dilakukan Yusuf untuk Mesir. Yusuf, melalui karunia nubuat dari Tuhan, telah menyelamatkan Mesir dari kelaparan hebat dan menempatkan bangsanya sendiri, Israel, di tanah Goshen yang subur. Raja baru ini, terlepas dari kemajuan peradaban Mesir, tampaknya kehilangan kebijaksanaan dan rasa terima kasih. Ia memilih untuk mengabaikan pelajaran dari masa lalu dan melihat bangsa Israel hanya dari sudut pandang kekuasaan dan potensi ancaman.
Konsekuensi dari ketidakpedulian ini sangatlah berat. Bangsa Israel mengalami perbudakan yang kejam. Mereka dipaksa bekerja keras untuk membangun kota-kota penyimpanan bagi Firaun. Generasi demi generasi hidup dalam penderitaan di tanah asing. Perjuangan dan kesengsaraan mereka ini menjadi bagian penting dari narasi kelepasan ilahi yang kemudian dilakukan Tuhan melalui Musa. Tuhan mendengar seruan mereka dan bangkit untuk membebaskan umat-Nya dari penindasan Mesir, membuktikan bahwa Ia selalu hadir bagi umat-Nya, bahkan di tengah kesulitan terberat sekalipun.
Kisah ini memberikan beberapa pelajaran penting. Pertama, pentingnya mengingat dan menghargai sejarah. Melupakan pelajaran dari masa lalu, baik keberhasilan maupun kegagalan, dapat membawa kita pada kesalahan yang sama. Kedua, ketidakpedulian terhadap kebaikan dan keadilan dapat menimbulkan penderitaan. Sejarah mencatat banyak tragedi yang berakar dari sikap penguasa yang egois dan tidak peduli pada kesejahteraan rakyatnya.
Bagi umat beriman, ayat ini mengingatkan bahwa dalam perjalanan iman, akan selalu ada perubahan dan tantangan. Kadang, generasi baru mungkin tidak lagi memiliki pemahaman atau keterikatan yang sama terhadap nilai-nilai dan perjuangan generasi sebelumnya. Penting untuk terus mewariskan kesaksian iman dan mengingatkan tentang kesetiaan Tuhan sepanjang sejarah. Kisah Rasul 7:18, yang diceritakan oleh Stefanus, menjadi saksi bisu betapa pentingnya kesadaran akan sejarah dan kehendak Tuhan dalam menghadapi dinamika kehidupan yang selalu berubah.