"Dan firman TUHAN datang kepada Abram, ketika ia di Mesopotamia, sebelum ia diam di Haran, katanya: 'Pergilah dari negerimu dan dari kaum kerabatmu, dan pergilah ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu.'"
Kisah Para Rasul pasal 7 merupakan salah satu khotbah terpanjang yang tercatat dalam Perjanjian Baru, disampaikan oleh Stefanus, seorang diaken yang penuh iman dan Roh Kudus. Dalam ayat ketiga pasal ini, kita diperkenalkan pada momen krusial dalam sejarah keselamatan, yaitu panggilan Allah kepada Abraham, yang kemudian dikenal sebagai bapa orang beriman. Perintah ini bukanlah sekadar instruksi sederhana, melainkan sebuah fondasi bagi seluruh rencana penebusan Allah.
Pada titik ini, Abraham masih dikenal sebagai Abram, hidup di tanah kelahirannya, Ur Kasdim, di Mesopotamia. Wilayah ini dikenal sebagai pusat peradaban yang maju, namun juga merupakan lingkungan yang sarat dengan penyembahan berhala. Di tengah ketidakpastian dan kebiasaan budaya yang ada, firman Tuhan datang secara langsung kepada Abram. Ini menunjukkan kedekatan dan perhatian Allah terhadap hamba-Nya, bahkan sebelum Abram memiliki iman yang kokoh yang kelak akan membuatnya terkenal.
Perintah itu sangat jelas dan menuntut: "Pergilah dari negerimu dan dari kaum kerabatmu, dan pergilah ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu." Tiga elemen utama terkandung dalam perintah ini. Pertama, perintah untuk meninggalkan "negeri"nya, yang berarti meninggalkan segala kenyamanan, keamanan, dan identitas yang melekat pada tempat ia lahir dan dibesarkan. Kedua, perintah untuk meninggalkan "kaum kerabatmu", yang menyiratkan pemutusan hubungan sosial, budaya, dan emosional dengan keluarga serta komunitasnya. Ketiga, perintah untuk "pergi ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu", sebuah panggilan menuju ketidakpastian dan ketergantungan total kepada Allah. Abraham tidak diberi peta atau instruksi detail tentang tujuan akhir; ia hanya diminta untuk melangkah dalam iman, percaya bahwa Allah sendiri yang akan menuntun dan menunjukkan jalan.
Keputusan Abram untuk mematuhi panggilan ini adalah sebuah tindakan iman yang luar biasa. Bayangkanlah godaan untuk tetap berada dalam zona nyaman, dikelilingi oleh orang-orang yang dikenalnya dan budaya yang ia pahami. Namun, janji Allah dan suara-Nya yang meyakinkan lebih kuat dari segala pertimbangan duniawi. Perintah ini menjadi titik balik dalam kehidupan Abram, mengubahnya dari seorang penduduk Ur Kasdim menjadi seorang peziarah yang dipanggil oleh Allah untuk memulai sebuah perjalanan rohani yang akan berdampak sepanjang sejarah.
Dalam konteks khotbah Stefanus, kutipan ini berfungsi untuk menunjukkan kesetiaan Allah kepada janji-Nya dan bagaimana Allah memulai pekerjaan-Nya melalui individu-individu yang bersedia mendengarkan dan taat. Perjalanan Abraham bukan hanya kisah pribadi, tetapi merupakan gambaran dari panggilan ilahi yang terus-menerus kepada umat-Nya untuk melepaskan ketergantungan pada hal-hal duniawi dan mengarahkan pandangan serta langkah mereka kepada tujuan yang Allah tetapkan. Kisah ini mengingatkan kita bahwa panggilan ilahi sering kali membutuhkan pengorbanan dan keberanian untuk melangkah ke dalam hal yang belum diketahui, dengan keyakinan penuh pada penuntunan Tuhan.
Kisah Para Rasul 7:3 ini menjadi pengingat abadi tentang pentingnya ketaatan dan iman. Perintah Allah kepada Abraham adalah undangan untuk bertindak, sebuah tantangan untuk mempercayai yang tidak terlihat, dan awal dari sebuah rancangan ilahi yang megah. Melalui ketaatan Abram, Allah memulai proses pembentukan umat-Nya, sebuah umat yang akan menjadi saluran berkat bagi seluruh dunia.