Kisah Rasul 7:28 - Musa Diusir

"Dan berkata: 'Apakah kamu mau membunuh aku, seperti kemarin kamu membunuh orang Mesir itu?'"

Ayat ini, yang tercatat dalam kitab Kisah Para Rasul pasal 7 ayat 28, membuka tabir sebuah momen krusial dalam kehidupan Musa. Sebelum ia dikenal sebagai pemimpin besar bangsa Israel yang memimpin mereka keluar dari tanah Mesir, Musa adalah seorang putra angkat Firaun. Namun, hatinya terikat pada saudara-saudaranya sebangsa yang tertindas di Mesir. Peristiwa yang dirujuk dalam ayat ini terjadi ketika Musa, yang saat itu sudah dewasa, menyaksikan seorang Mesir memukul seorang Ibrani. Penuh amarah dan rasa keadilan, Musa membunuh orang Mesir tersebut, berharap tindakannya akan dipahami oleh bangsanya sendiri.

Namun, reaksinya ternyata tidak seperti yang ia bayangkan. Hari berikutnya, ketika ia keluar dan melihat dua orang Ibrani berkelahi, ia mencoba melerai mereka. Salah satu dari mereka bertanya kepadanya dengan nada mengejek, "Siapakah yang menjadikan engkau jadi pemimpin dan hakim atas kami? Apakah kamu mau membunuh aku, seperti kemarin kamu membunuh orang Mesir itu?" Pertanyaan ini bagaikan pukulan telak bagi Musa. Ia menyadari bahwa perbuatannya telah diketahui, dan yang lebih mengejutkan, bangsanya sendiri tidak melihatnya sebagai penyelamat, melainkan sebagai ancaman.

Ketakutan melanda Musa. Kabar tentang pembunuhan tersebut akhirnya sampai ke telinga Firaun. Mengetahui nyawanya terancam, Musa melarikan diri dari Mesir. Peristiwa ini menandai titik balik dalam kehidupannya. Ia yang tadinya hidup dalam kemewahan istana Mesir, kini harus menjadi seorang pelarian. Ia mengembara ke tanah Midian, di mana ia kemudian hidup sebagai seorang gembala dan menikahi Zipora, putri seorang imam Midian. Kehidupan di Midian memberinya waktu untuk merenung, membentuk karakternya, dan mempersiapkannya untuk peran yang jauh lebih besar yang telah Tuhan sediakan baginya.

Kisah Musa yang diusir ini mengajarkan kita banyak hal. Pertama, tentang konsekuensi dari tindakan, bahkan yang didasari oleh niat baik. Musa bertindak berdasarkan keadilan yang ia lihat, namun ia bertindak sendiri dan dengan cara yang tidak sesuai dengan rencana Tuhan. Kedua, ini menunjukkan bahwa Tuhan seringkali menggunakan kesulitan dan pengungsian untuk membentuk individu. Pengalaman Musa sebagai pelarian di Midian adalah masa "pemanggangan" yang membentuknya menjadi pribadi yang rendah hati, sabar, dan siap untuk menghadapi tantangan yang luar biasa di kemudian hari.

Keberanian Musa dalam membela sesamanya, meskipun berujung pada pengungsian, adalah awal dari perjalanan ilahi yang akan mengubah nasib jutaan orang. Perintah Tuhan yang kemudian diterimanya di gunung Horeb, melalui semak yang menyala, mengukuhkan panggilannya. Peristiwa di Kisah Para Rasul 7:28 ini bukan hanya catatan sejarah, tetapi juga pengingat bahwa jalan Tuhan seringkali berliku, dan seringkali melalui titik-titik terendah dalam hidup kita, Ia mempersiapkan kita untuk puncak yang mulia.

Musa Melarikan Diri
Simbol perjalanan Musa meninggalkan Mesir.