Kisah Rasul 7:32 - Ketakutan Musa Akan Tuhan

"Akulah Allah nenek moyangmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub." Maka Musa menjadi takut dan tidak berani melihat.

Peristiwa yang terekam dalam Kisah Rasul 7:32 merupakan momen krusial dalam perjalanan iman Musa dan pembentukan jati dirinya sebagai pemimpin pilihan Allah. Ayat ini menggambarkan sebuah pertemuan ilahi yang penuh dengan kekaguman dan rasa hormat yang mendalam. Ketika Allah memperkenalkan diri-Nya kepada Musa di semak duri yang menyala namun tidak terbakar, bukan hanya sekadar suara atau penampakan biasa. Itu adalah wahyu langsung dari Sang Pencipta Semesta.

Perkataan, "Akulah Allah nenek moyangmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub," bukan sekadar pengenalan nama. Ini adalah pengingat akan perjanjian kekal yang telah Allah buat dengan para leluhur Israel. Allah tidak hanya menyatakan kuasa-Nya, tetapi juga kesetiaan-Nya yang tak tergoyahkan kepada umat pilihan-Nya. Bagi Musa, yang saat itu sedang bergulat dengan keraguan diri dan beban sejarah bangsanya yang tertindas di Mesir, penegasan ilahi ini pasti memberikan kekuatan dan arah yang baru.

Gambaran Ilahi Musa

Reaksi Musa, "Maka Musa menjadi takut dan tidak berani melihat," adalah respons yang alami dan manusiawi ketika berhadapan dengan kehadiran Tuhan yang kudus. Ketakutan di sini bukanlah ketakutan yang melumpuhkan atau panik, melainkan rasa hormat yang mendalam, kekaguman, dan kesadaran akan ketidaklayakan diri di hadapan Yang Maha Suci. Ini adalah "takut akan Tuhan" yang juga seringkali diartikan sebagai rasa hormat, kepatuhan, dan pengabdian tertinggi.

Dalam konteks Injil Lukas, pengutipan ayat ini oleh Stefanus dalam pidatonya menunjukkan bagaimana Musa, melalui pengalamannya ini, telah dipersiapkan untuk tugasnya. Ketakutannya bukanlah akhir dari segalanya, melainkan awal dari sebuah perjalanan panjang di mana ia belajar untuk mempercayai dan bergantung sepenuhnya pada Allah. Keberanian Musa untuk kemudian maju, untuk berbicara kepada Firaun, dan untuk memimpin bangsa Israel keluar dari perbudakan, semuanya bersumber dari fondasi pertemuan sakral ini.

Kisah ini mengajarkan kita bahwa kehadiran Tuhan seringkali datang dengan cara yang melampaui pemahaman kita. Pengenalan diri Allah sebagai "Allah nenek moyangmu" memberikan jaminan bahwa Allah tidak hanya Maha Kuasa, tetapi juga personal dan terlibat dalam sejarah umat-Nya. Ketakutan yang menyertainya adalah tanda bahwa kita sedang berhadapan dengan sesuatu yang transenden. Namun, seperti Musa, respons yang benar adalah membuka hati dan pikiran untuk menerima panggilan-Nya, belajar mempercayai kesetiaan-Nya, dan berserah pada kehendak-Nya, bahkan ketika tugas yang diberikan tampak menakutkan.