"Tetapi setelah ayahku Abraham meninggalkan Mesopotamia, ia menetap di Haran. Dan setelah ayahnya meninggal, Allah menyuruh dia pindah dari situ ke negeri ini, yang sekarang kamu diami."
Ayat yang kita renungkan dari Kisah Para Rasul 7:4 membawa kita kembali ke akar iman bangsa Israel, yaitu sosok Abraham. Dalam narasi yang disampaikan oleh Stefanus, disebutkan bahwa Abraham, sebelum menjadi bapak orang beriman, adalah seorang yang berasal dari Mesopotamia. Kehidupannya berubah drastis ketika Allah memanggilnya untuk meninggalkan tanah kelahirannya, sebuah tempat yang mungkin sudah akrab dan penuh kenangan, menuju tanah yang asing.
Perjalanan ini bukanlah sekadar perpindahan geografis. Ini adalah sebuah langkah iman yang monumental. Abraham diperintahkan untuk pergi tanpa mengetahui secara pasti ke mana ia akan pergi atau apa yang akan dihadapinya. Ini adalah sebuah ujian ketaatan yang luar biasa. Bayangkan saja, meninggalkan segala kenyamanan, struktur sosial, dan kemungkinan masa depan yang telah direncanakan, untuk mengikuti suara Tuhan yang hanya ia percayai. Kisah ini menegaskan bahwa iman sejati seringkali menuntut pengorbanan dan keberanian untuk melangkah keluar dari zona nyaman.
Dalam firman Allah, "Allah menyuruh dia pindah dari situ ke negeri ini, yang sekarang kamu diami." Pernyataan ini sangat kuat. Ini menunjukkan intervensi ilahi yang langsung. Allah tidak hanya memberikan janji, tetapi juga instruksi yang spesifik. Negeri yang dijanjikan itu kemudian menjadi tempat di mana keturunan Abraham akan berkembang menjadi sebuah bangsa besar dan menjadi berkat bagi seluruh dunia. Hal ini menggarisbawahi kuasa panggilan Allah yang mampu mengubah takdir individu dan sebuah bangsa.
Kisah Abraham mengajarkan kita bahwa Allah seringkali memanggil orang-orang-Nya untuk sebuah misi yang lebih besar. Panggilan ini bisa datang dalam berbagai bentuk: sebuah panggilan untuk melayani, untuk bersaksi, untuk berkorban, atau sekadar untuk hidup sesuai dengan kehendak-Nya di tengah dunia yang penuh tantangan. Seperti Abraham, kita dipanggil untuk mendengarkan suara-Nya, mempercayai janji-janji-Nya, dan bertindak berdasarkan keyakinan kita, meskipun jalan di depan mungkin belum jelas sepenuhnya.
Meskipun ayat ini berfokus pada awal perjalanan Abraham, kita tahu dari keseluruhan Kitab Suci bahwa Abraham memelihara kesetiaannya kepada Allah. Ia mengalami masa-masa keraguan, namun pada akhirnya, imannya terbukti kuat. Ia percaya kepada Allah, dan karena itu, Allah membenarkannya. Janji Allah untuk memberkati Abraham dan menjadikannya bapak dari banyak bangsa akhirnya tergenapi, bukan hanya secara fisik melalui keturunannya, tetapi juga secara rohani melalui setiap orang yang percaya kepada Kristus.
Kisah rasul 7:4 adalah pengingat penting bagi kita bahwa perjalanan iman seringkali dimulai dengan sebuah panggilan dan sebuah keputusan untuk taat. Ketaatan Abraham bukan tanpa konsekuensi, namun imbalannya adalah hubungan yang mendalam dengan Allah dan sebuah warisan iman yang terus hidup hingga kini. Di tengah kehidupan kita yang serba cepat, marilah kita belajar dari Abraham untuk senantiasa mendengarkan panggilan Allah, mempercayai-Nya, dan melangkah maju dengan iman, mengetahui bahwa Ia adalah setia untuk menggenapi janji-janji-Nya.