"Ketika Simon melihat, bahwa orang-orang menjadi beroleh karunia Roh Kudus sesudah mereka menerima penumpangan tangan, ia pun menawarkan uang kepada mereka,"
Kisah Para Rasul pasal 8 mencatat peristiwa penting dalam penyebaran Injil ke luar Yerusalem. Setelah penganiayaan yang memaksa banyak orang percaya tercerai-berai, mereka justru menjadi alat penyebaran kabar baik. Salah satu tokoh yang muncul dalam bab ini adalah Simon, seorang penyihir yang terkesan oleh kuasa yang dinyatakan melalui para rasul. Ayat 18, seperti yang kita lihat, menjadi titik krusial dalam narasi ini, menggambarkan sebuah kesalahpahaman fundamental mengenai karunia Roh Kudus.
Ayat ini secara spesifik menyoroti reaksi Simon ketika ia melihat bagaimana orang-orang menerima Roh Kudus melalui penumpangan tangan para rasul. Kita memahami dari konteks sebelumnya bahwa Roh Kudus turun atas orang-orang percaya, memberikan mereka kemampuan rohani yang baru dan manifestasi ilahi. Bagi Simon, yang terbiasa dengan kekuatan sihir dan pengaruh duniawi, fenomena ini pasti sangat mencolok dan menggetarkan. Ia menyaksikan sesuatu yang melampaui pemahamannya tentang kekuatan.
Namun, alih-alih tergerak untuk mencari kebenaran ilahi atau kebertobatan sejati, reaksi pertama Simon adalah komersialisasi. Ia melihat ini sebagai sesuatu yang bisa dibeli dan dijual, sebuah komoditas yang memiliki nilai. Oleh karena itu, ia menawarkan uang kepada para rasul, berharap dapat memperoleh kuasa untuk memberikan Roh Kudus kepada orang lain. Inilah awal dari apa yang kemudian dikenal sebagai "simoni" – tindakan membeli atau menjual jabatan gerejawi atau karunia rohani.
Kisah rasul 8:18 bukan hanya tentang Simon, tetapi juga menjadi peringatan bagi kita. Ini mengingatkan bahwa karunia Roh Kudus bukanlah sesuatu yang bisa diperoleh dengan materi atau usaha manusia semata. Roh Kudus adalah pribadi Allah yang memberikan anugerah-Nya berdasarkan kehendak-Nya dan untuk kemuliaan-Nya. Penumpangan tangan para rasul adalah sebuah tindakan otoritatif yang difasilitasi oleh Allah, bukan praktik magis yang bisa ditiru oleh siapa saja dengan imbalan materi.
Reaksi Petrus terhadap Simon dalam ayat-ayat selanjutnya menunjukkan betapa seriusnya kesalahpahaman ini. Petrus menegur Simon dengan keras, mengingatkannya bahwa ia tidak berhak atas pekerjaan Allah dan bahwa hatinya tidak lurus di hadapan Tuhan. Ini mengajarkan kita untuk mendekati hal-hal rohani dengan kerendahan hati, ketulusan, dan kerinduan untuk mengenal Tuhan lebih dalam, bukan untuk mencari keuntungan pribadi atau prestise. Kisah ini mendorong kita untuk terus belajar dan memahami kebenaran Firman Tuhan agar tidak terperangkap dalam pemikiran yang dangkal atau duniawi mengenai pekerjaan Roh Kudus.
Marilah kita mengambil pelajaran berharga dari kisah rasul 8:18. Karunia Roh Kudus adalah anugerah yang tidak ternilai, yang seharusnya mendorong kita untuk hidup kudus, melayani Tuhan dengan setia, dan menyebarkan kasih-Nya kepada sesama, bukan untuk diperdagangkan atau disalahpahami.