Ilustrasi simbolis perjumpaan di dekat air dengan percikan cahaya.
Kisah pertemuan Filipus dan sida-sida dari Etiopia, sebagaimana tercatat dalam Kisah Para Rasul pasal 8, adalah salah satu narasi paling menyentuh tentang penyebaran Injil dan kuasa transformasi iman. Ayat 36 menandai momen krusial dalam cerita ini, ketika seorang pejabat tinggi dari negeri jauh menunjukkan keinginan tulus untuk menerima baptisan setelah mendengarkan ajaran tentang Yesus Kristus.
Filipus, yang awalnya bertugas di Samaria, diutus oleh Roh Kudus untuk pergi ke selatan menuju Gaza. Di sana, ia bertemu dengan seorang sida-sida dari Etiopia, seorang pejabat penting yang memiliki kekuasaan atas seluruh perbendaharaan ratu Candace. Sida-sida ini sedang dalam perjalanan pulang setelah beribadah di Yerusalem. Penting untuk dicatat bahwa meskipun ia berasal dari Etiopia, ia adalah seorang Yahudi proselyte atau setidaknya sangat dekat dengan tradisi Yahudi.
Dalam perjalanannya, sida-sida itu sedang membaca kitab Yesaya. Roh Kudus kemudian mengarahkan Filipus untuk mendekatinya dan bertanya, "Mengertikah tuan apa yang tuan baca?" Pertanyaan sederhana ini membuka pintu percakapan yang mendalam. Sida-sida itu mengakui bahwa ia tidak mengerti makna nubuat yang sedang dibacanya, dan dengan kerendahan hati, ia meminta bantuan Filipus untuk menjelaskan. Inilah momen di mana Injil mulai disajikan secara pribadi dan relevan.
Filipus dengan sabar menjelaskan Kitab Suci, dimulai dari bagian yang dibaca sida-sida itu, dan mulai memberitakan Injil tentang Yesus kepada orang itu. Ia menjelaskan bahwa bagian-bagian nubuat tentang Mesias, termasuk penderitaan dan kematian-Nya, mengarah pada Yesus. Kebenaran Injil meresap ke dalam hati sida-sida itu. Ia tidak hanya memahami secara intelektual, tetapi juga mengalami penerimaan rohani.
Momen penting tiba ketika mereka melewati suatu tempat yang memiliki sumber air. Tanpa ragu, sida-sida itu bertanya, "Lihat, di sini ada air. Apakah halangannya kalau aku dibaptis?" Pertanyaan ini mencerminkan keyakinannya yang teguh dan pemahamannya bahwa baptisan adalah tanda penyerahan diri kepada Kristus. Ia melihat baptisan bukan sebagai beban, tetapi sebagai langkah logis dan penuh sukacita dari imannya yang baru.
Filipus, melihat ketulusan hati sida-sida itu, menjawab, "Jikalau tuan percaya dengan segenap hatimu, boleh." Jawaban ini menunjukkan pentingnya iman sebagai prasyarat baptisan. Setelah sida-sida itu menyatakan imannya dengan tegas, "Aku percaya, bahwa Yesus Kristus adalah Anak Allah," Filipus segera membaptisnya di dalam air. Peristiwa ini menjadi bukti nyata bahwa kabar baik Yesus Kristus tidak terbatas pada latar belakang etnis atau kebangsaan mana pun, tetapi terbuka bagi semua yang percaya.
Kisah ini menegaskan bahwa Roh Kudus adalah agen utama yang memimpin pelayanan Injil, menghubungkan orang-orang yang siap menerima kebenaran dengan hamba-hamba-Nya. Ini juga mengajarkan kita tentang pentingnya kesaksian pribadi yang jelas, kerendahan hati untuk belajar, dan keberanian untuk merespons panggilan Allah. Kisah Rasul 8:36 bukan hanya sekadar narasi historis, tetapi sebuah teladan abadi tentang bagaimana iman dapat tumbuh dan membawa kepada komitmen yang tulus melalui pengajaran Injil yang transformatif.