"Dan ia berkata: ‘Tuhan, pernah kudengar dari banyak orang tentang orang ini, sejauh
apa ia telah berbuat kejahatan terhadap orang-orang kudus-Mu di Yerusalem,
dan di sini ia mempunyai kuasa dari imam-imam kepala untuk membelenggu semua orang
yang memanggil nama-Mu.’"
Ilustrasi perjalanan Saulus menuju Damsyik, di mana ia kemudian bertobat.
Kisah Rasul pasal 9 mencatat salah satu momen paling transformatif dalam sejarah kekristenan: pertobatan Saulus dari Tarsus. Saulus, yang pada awalnya adalah seorang Farisi yang taat dan penganiaya gereja mula-mula, sedang dalam perjalanan menuju Damsyik dengan surat kuasa dari imam-imam kepala untuk menangkap para pengikut Yesus. Ia yakin bahwa ia sedang melakukan tugas yang benar untuk menegakkan hukum Taurat dan melindungi Yudaisme dari ajaran baru yang dianggap sesat.
Ayat 9:14 diriwayatkan diucapkan oleh Ananias, seorang pengikut Yesus di Damsyik, ketika ia sedang diajak oleh Tuhan untuk menemui Saulus. Ananias, sama seperti orang Kristen lainnya, sangat mengenal reputasi Saulus. Ia mendengar banyak cerita tentang kejahatan dan kekejaman yang telah dilakukan Saulus terhadap umat Tuhan di Yerusalem. Laporan-laporan ini termasuk penangkapan, penganiayaan, bahkan kematian martir seperti Stefanus yang disetujui oleh Saulus.
Bagi Ananias, perintah Tuhan untuk menemui dan menumpangkan tangan pada Saulus terdengar sangat aneh, bahkan berbahaya. Ia menyampaikan keraguannya kepada Tuhan, seperti yang tertulis dalam ayat tersebut. Ananias bukan hanya mengetahui rumor, tetapi ia menyampaikan apa yang telah ia dengar secara spesifik: betapa besar kejahatan yang telah dilakukan Saulus terhadap orang-orang kudus Tuhan di Yerusalem. Kata "orang kudus" di sini merujuk kepada orang-orang percaya kepada Yesus Kristus, yang oleh Tuhan dipisahkan dan dikuduskan.
Lebih lanjut, Ananias menjelaskan bahwa Saulus datang ke Damsyik dengan otoritas penuh dari para pemimpin agama Yahudi. Ia membawa surat kuasa resmi untuk menangkap siapa saja yang berani "memanggil nama-Mu" (nama Yesus). Ini menunjukkan betapa serius dan berbahayanya misi Saulus. Ananias pasti membayangkan dirinya sendiri atau pengikut Yesus lainnya di Damsyik akan menjadi target berikutnya. Oleh karena itu, ia sangat takut dan terkejut mendengar bahwa Tuhan justru memerintahkannya untuk mendekati sosok yang dianggapnya sebagai musuh bebuyutan.
Respons Tuhan terhadap keraguan Ananias (dalam ayat-ayat berikutnya yang tidak disebutkan di sini) menegaskan kedaulatan dan rencana-Nya yang melampaui pemahaman manusia. Tuhan tidak melihat Saulus sebagai musuh yang tak terampuni, melainkan sebagai bejana pilihan yang akan membawa nama-Nya ke bangsa-bangsa lain. Peristiwa di jalan menuju Damsyik, di mana Saulus bertemu langsung dengan Yesus yang bangkit, adalah titik balik radikal dalam hidupnya. Pengalaman yang membutakan mata fisik namun membuka mata rohani ini mengubah Saulus menjadi Rasul Paulus, salah satu tokoh paling penting dalam penyebaran Injil.
Kisah Rasul 9:14 memberikan gambaran yang kuat tentang betapa buruknya pandangan komunitas Kristen terhadap Saulus pada saat itu. Namun, ia juga menjadi bukti nyata bahwa kuasa Allah sanggup mengubah yang terburuk sekalipun menjadi alat-Nya. Keraguan Ananias yang valid justru menyoroti kebesaran rencana Tuhan yang mampu memakai seseorang yang sangat membenci ajaran Kristus, untuk menjadi pembela dan penginjil-Nya yang paling gigih. Ini adalah kisah harapan, pertobatan, dan transformasi yang tak terhingga.