"Ketika Saulus tiba di Yerusalem, ia mencoba untuk bergaul dengan murid-murid di sana, tetapi semuanya takut kepadanya; mereka tidak percaya, bahwa ia juga seorang murid."
Ayat ini dari Kisah Para Rasul 9:26 membawa kita pada momen krusial dalam kehidupan Saulus, yang kemudian dikenal sebagai Rasul Paulus. Setelah mengalami transformasi dahsyat di jalan menuju Damaskus, di mana ia bertemu dengan Yesus yang bangkit, Saulus memiliki keyakinan baru yang teguh. Namun, perjalanannya untuk diterima di tengah komunitas orang percaya bukanlah hal yang mudah. Saulus, yang sebelumnya dikenal sebagai penganiaya ganas terhadap orang Kristen, kini harus menghadapi keraguan dan ketakutan dari mereka yang paling ia ingin bergabung.
Bayangkan situasi Saulus. Ia datang ke Yerusalem, tempat pusat kekristenan awal berada, dengan semangat membara untuk memberitakan kabar baik tentang Yesus Kristus. Tujuannya adalah untuk menjadi bagian dari gereja, untuk bersaksi tentang bagaimana Tuhannya yang ia pikir adalah musuh, ternyata adalah Juruselamatnya. Namun, sambutan yang ia terima sangat berbeda dari yang mungkin ia harapkan. Para murid di Yerusalem, yang telah menyaksikan atau mendengar tentang kekejaman Saulus, merasa sangat waspada. Mereka mengenal Saulus bukan sebagai saudara seiman, tetapi sebagai ancaman serius yang telah banyak menderita karenanya. Ketakutan dan ketidakpercayaan adalah reaksi yang sangat manusiawi.
Keadaan ini menunjukkan betapa dalamnya luka dan trauma yang disebabkan oleh penganiayaan Saulus sebelumnya. Bahkan setelah perubahan hatinya yang radikal, jejak masa lalunya masih membayangi. Para murid tidak bisa dengan mudah melupakan perannya dalam penangkapan, penyiksaan, dan bahkan kematian para pengikut Kristus. Mereka membutuhkan bukti nyata dan meyakinkan bahwa perubahan Saulus itu tulus dan permanen. Hal ini menjadi tantangan besar bagi Saulus, bukan hanya untuk meyakinkan orang lain, tetapi juga untuk membuktikan kesungguhannya melalui tindakan nyata dan kasih.
Namun, firman Tuhan juga mencatat ada seseorang yang melihat melampaui rasa takut. Barnabas, seorang Lewi dari Siprus, yang dikenal karena semangatnya dan kepribadiannya yang murah hati, tampil menjadi jembatan. Barnabas adalah orang yang berani mengambil risiko dan percaya pada karya Roh Kudus. Ia mengambil Saulus dan membawanya kepada para rasul, menceritakan bagaimana Saulus melihat Tuhan di jalan dan bagaimana ia dengan berani berbicara dalam nama Yesus di Damsyik. Keberanian Barnabas dan kesaksiannya menjadi kunci yang membuka pintu penerimaan bagi Saulus.
Kisah ini mengajarkan kita tentang pentingnya penerimaan dan rekonsiliasi dalam komunitas iman. Ini juga menyoroti kekuatan transformasi yang dapat dilakukan oleh Yesus Kristus, yang mampu mengubah seorang penganiaya menjadi seorang penginjil yang gigih. Meskipun masa lalu penuh dengan kesalahan, rahmat dan pengampunan Tuhan dapat membuka jalan bagi kehidupan yang baru dan pelayanan yang berdampak besar, asalkan ada keberanian untuk percaya dan kasih untuk menerima. Perjuangan Saulus untuk diterima mengingatkan kita bahwa membangun kembali kepercayaan membutuhkan waktu, kesabaran, dan kesaksian yang konsisten.