Kisah Para Rasul 9:43

"Dan Petrus tinggal beberapa waktu di Yope, di rumah seorang penyamak kulit, bernama Simon."

Hope Kasih & Kesembuhan
Ilustrasi Simbol Harapan, Kasih, dan Kesembuhan

Kisah Para Rasul 9:43 membuka jendela ke salah satu periode penting dalam pelayanan Rasul Petrus, yang terjalin erat dengan mukjizat kesembuhan dan kebangkitan rohani. Ayat ini mencatat bahwa setelah peristiwa luar biasa di Yope, yang dikenal dengan kebangkitan Tabita, Petrus tetap berada di kota tersebut. Keberadaannya di rumah Simon, seorang penyamak kulit, bukan sekadar catatan geografis, melainkan memiliki makna teologis yang mendalam, terutama terkait dengan keterbukaan Injil bagi semua bangsa.

Peran Petrus di Yope

Sebelum ayat 43, Kitab Kisah Para Rasul menceritakan bagaimana Petrus diutus ke Lida, di mana ia menyembuhkan Eneas yang lumpuh selama delapan tahun. Kemudian, ia dipanggil ke Yope untuk membangkitkan Tabita dari kematian. Kedua peristiwa ini, yang terjadi di Lida dan Yope, menunjukkan kuasa ilahi yang bekerja melalui Petrus untuk membawa kesembuhan fisik dan bahkan mengembalikan kehidupan. Ketenaran akan mukjizat-mukjizat ini menyebar luas, dan banyak orang di Yope percaya kepada Tuhan setelah menyaksikan perbuatan-perbuatan ajaib tersebut.

Ayat 43, "Dan Petrus tinggal beberapa waktu di Yope, di rumah seorang penyamak kulit, bernama Simon," menggarisbawahi periode pelayanan Petrus yang berkelanjutan di Yope. Keberadaannya di sana tidak hanya terbatas pada mukjizat Tabita, tetapi juga memberikan kesempatan bagi Petrus untuk terus mengajar, memuridkan, dan memperkuat iman orang-orang percaya yang baru. Ini adalah masa pertumbuhan gereja mula-mula, di mana para rasul menjadi pilar penting dalam menyebarkan ajaran Yesus Kristus.

Simon Penyamak Kulit: Simbol Keterbukaan

Aspek menarik dari ayat ini adalah penyebutan Simon, sang tuan rumah, yang berprofesi sebagai penyamak kulit. Dalam tradisi Yahudi pada masa itu, pekerjaan sebagai penyamak kulit dianggap najis karena berhubungan dengan bangkai hewan dan proses pengolahan kulit yang menghasilkan bau tidak sedap. Hal ini membuat mereka terpinggirkan dari kehidupan sosial dan keagamaan.

Petrus, seorang Yahudi yang taat hukum Taurat, menginap di rumah orang yang dianggap najis. Hal ini sangat signifikan. Beberapa waktu kemudian, Petrus akan mengalami penglihatan yang mengajarkannya bahwa tidak ada seorang pun yang boleh ia anggap najis atau haram (Kisah Para Rasul 10). Pengalaman menginap di rumah Simon penyamak kulit ini dapat dilihat sebagai langkah awal yang mempersiapkan Petrus untuk menerima wahyu ilahi yang lebih besar mengenai inklusivitas Injil. Ini adalah pertanda bahwa kasih karunia Allah melampaui batasan sosial, keagamaan, dan bahkan etnis.

Implikasi Teologis dan Spiritualitas

Kisah di Yope, termasuk keberadaan Petrus di rumah Simon, mengajarkan kita pelajaran berharga tentang sifat Allah yang penuh kasih dan keadilan. Allah tidak memandang bulu; Ia bekerja melalui siapa saja dan di mana saja. Mukjizat kesembuhan dan kebangkitan yang dilakukan Petrus menegaskan keilahian Yesus dan kuasa Roh Kudus. Namun, detail tentang tuan rumah Petrus mengingatkan kita bahwa pemberitaan Injil dan pelayanan kasih harus menjangkau semua lapisan masyarakat, tanpa memandang status sosial, latar belakang, atau pekerjaan.

Keberadaan Petrus di Yope dan pengalamannya di rumah Simon adalah bagian dari rencana Allah yang lebih besar untuk membuka pintu keselamatan bagi orang-orang non-Yahudi. Peristiwa ini menjadi jembatan penting menuju pelayanan Kornelius di Kaisarea, yang menandai babak baru dalam penyebaran Injil ke seluruh dunia. Kisah ini terus menginspirasi kita untuk meruntuhkan tembok prasangka dan menerima setiap individu dengan kasih Kristus.