"Jawabnya: 'Siapakah Engkau, Tuan?' Kata-Nya: 'Akulah Yesus, yang kau aniaya itu.'"
Kisah Para Rasul 9:5 adalah momen krusial dalam narasi kekristenan, menandai titik balik dalam kehidupan Saulus dari Tarsus, yang kemudian dikenal sebagai Rasul Paulus. Ayat ini, yang muncul dalam percakapan dramatis antara Saulus dan Yesus yang bangkit, memuat esensi dari sebuah perubahan radikal yang akan membentuk arah gereja mula-mula dan mempengaruhi teologi Kristen hingga kini. Pertemuan di jalan menuju Damaskus ini bukanlah sekadar peristiwa supernatural, melainkan sebuah konfrontasi ilahi yang mengguncang fundamental keyakinan dan identitas seorang penganiaya yang paling gigih terhadap para pengikut Kristus.
Sebelum peristiwa ini, Saulus adalah seorang Farisi yang taat, penuh semangat untuk memurnikan Yudaisme dari apa yang dianggapnya sebagai bidat. Ia secara aktif mengejar dan menganiaya orang-orang Kristen, menyaksikan bahkan menyetujui pembunuhan Stefanus, martir Kristen pertama. Saulus percaya bahwa ia sedang berbuat sesuai kehendak Allah dengan memberantas gerakan yang baru lahir ini. Ia memiliki otoritas dari Mahkamah Agama untuk menangkap orang Kristen di Damaskus.
Namun, dalam perjalanan ke Damaskus, sebuah cahaya yang menyilaukan dari langit tiba-tiba mengelilinginya, jauh lebih terang dari matahari. Ia jatuh ke tanah dan mendengar suara berkata kepadanya, "Saulus, Saulus, mengapa engkau menganiaya Aku?" (Kisah Para Rasul 9:4). Reaksi Saulus, seperti yang tercatat dalam ayat kelima, adalah kebingungan dan rasa hormat yang luar biasa: "Siapakah Engkau, Tuan?" Pertanyaan ini sangat mendasar, menunjukkan betapa ia benar-benar tercengang oleh pengalaman tersebut. Ia tidak mengenali suara itu pada awalnya, tetapi ia merasakan kehadiran yang berotoritas tinggi.
Jawaban Yesus, "Akulah Yesus, yang kau aniaya itu," adalah pernyataan yang memiliki bobot teologis yang mendalam. Ini bukan hanya tentang Yesus yang mengidentifikasi diri-Nya, tetapi juga menegaskan kesatuan-Nya yang luar biasa dengan para pengikut-Nya. Dengan menganiaya orang Kristen, Saulus secara tidak sadar telah menganiaya Kristus sendiri. Pernyataan ini menghancurkan total pemahaman Saulus tentang siapa Yesus dan apa artinya menjadi pengikut-Nya.
Momen ini melambangkan transformasi yang terjadi dalam diri Saulus. Ia yang tadinya penuh dengan kebencian dan keyakinan fanatik, kini dihadapkan pada kebenaran yang tak terbantahkan dari kebangkitan dan ketuhanan Yesus. Pengalaman di jalan menuju Damaskus ini tidak hanya mengubah pandangannya tentang orang Kristen, tetapi juga mengubah seluruh arah hidupnya. Dari seorang penentang utama, ia menjadi pembela dan penyebar Injil yang paling gigih di dunia kuno. Perannya dalam mendirikan dan memperluas gereja Kristen di luar komunitas Yahudi sangatlah fundamental. Kisah rasul 9:5 menjadi gerbang menuju pelayanan transformatif Rasul Paulus yang tak ternilai harganya bagi sejarah agama.