Lukas 20:8 - Kebenaran Ilahi yang Kekal

"Tetapi Yesus berkata kepada mereka: 'Kalau begitu, berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib diberikan kepada Kaisar, dan kepada Allah apa yang wajib diberikan kepada Allah.'"

Ayat Lukas 20:8 adalah sebuah kutipan mendalam dari Yesus Kristus yang terus bergema sepanjang zaman, menawarkan wawasan penting tentang hubungan antara otoritas duniawi dan kesetiaan ilahi. Dalam konteks dialog yang penuh strategi dengan para ahli Taurat dan tua-tua, Yesus dihadapkan pada sebuah pertanyaan jebakan mengenai kewajiban membayar pajak kepada Kaisar Romawi. Pertanyaan ini dirancang untuk mempermalukan-Nya, terlepas dari jawaban yang diberikan. Jika Ia menganjurkan untuk tidak membayar pajak, Ia akan dianggap memberontak terhadap otoritas Romawi. Jika Ia menganjurkan untuk membayar, Ia akan dianggap mengabaikan kedaulatan Allah.

Namun, dengan kebijaksanaan ilahi yang luar biasa, Yesus membalikkan pertanyaan tersebut. Ia meminta agar diperlihatkan uang upeti. Ketika mata uang Romawi, yang memuat gambar dan gelar Kaisar, diperlihatkan, Yesus dengan tegas menyatakan, "Kalau begitu, berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib diberikan kepada Kaisar, dan kepada Allah apa yang wajib diberikan kepada Allah." Pernyataan ini bukanlah sekadar solusi cerdik untuk keluar dari jebakan, melainkan sebuah prinsip teologis yang fundamental.

Prinsip ini mengajarkan kita tentang adanya dua ranah yang berbeda namun saling terkait: ranah sipil atau duniawi, dan ranah spiritual atau ilahi. Yesus mengakui bahwa ada otoritas yang diberikan kepada pemerintah duniawi, yang diwakili oleh Kaisar. Kepada otoritas ini, ada kewajiban yang harus dipenuhi, seperti membayar pajak, menghormati hukum, dan menjaga ketertiban sipil. Ini adalah bentuk pengakuan terhadap tatanan yang ada dan tanggung jawab sebagai warga negara.

Namun, yang lebih krusial adalah bagian kedua dari pernyataan Yesus: "dan kepada Allah apa yang wajib diberikan kepada Allah." Bagian ini menegaskan supremasi dan kedaulatan mutlak Allah. Segala sesuatu pada akhirnya berasal dari Allah, termasuk keberadaan Kaisar dan otoritasnya. Oleh karena itu, "apa yang wajib diberikan kepada Allah" jauh melampaui apa yang bisa kita berikan kepada penguasa duniawi. Ini mencakup ketaatan total kepada hukum-hukum-Nya, penyembahan yang tulus, penyerahan diri sepenuhnya, dan hidup sesuai dengan kehendak-Nya.

Ayat Lukas 20:8 secara implisit mengingatkan kita untuk tidak membiarkan kesetiaan kepada otoritas duniawi mengalahkan kesetiaan kita kepada Allah. Ada batasan-batasan yang jelas ketika tuntutan duniawi bertentangan dengan perintah ilahi. Dalam situasi seperti itu, "apa yang wajib diberikan kepada Allah" harus selalu didahulukan.

Penting untuk merenungkan makna ayat ini dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana kita menyeimbangkan kewajiban kita sebagai warga negara dengan panggilan ilahi kita? Apakah kita memberikan kepada Allah hal-hal yang seharusnya menjadi milik-Nya, seperti waktu, talenta, dan hati kita? Lukas 20:8 bukan hanya sebuah instruksi tentang membayar pajak, melainkan sebuah seruan untuk menghormati setiap otoritas namun memelihara kesetiaan tertinggi kepada Sang Pencipta. Kebenaran yang terkandung di dalamnya adalah prinsip abadi yang menuntun umat beriman dalam menjalani kehidupan di dunia ini sambil tetap berorientasi pada kekekalan.