B

Maleakhi 1:7 - Persembahan yang Cacat

"Kamu mempersembahkan daging di atas mezbah-Ku pelana-pelana yang najis, tetapi kamu berkata: 'Dengan cara apa kami menajiskan Engkau?' Dengan mengatakan: 'Mezbah TUHAN dapat dihina.'"

Kitab Maleakhi, sebagai kitab terakhir dalam Perjanjian Lama, membawa pesan yang kuat dan relevan bagi umat Tuhan. Salah satu teguran paling tajam yang disampaikan Maleakhi tertuju pada cara umat Israel mempersembahkan korban kepada Tuhan. Ayat ketujuh dari pasal pertama ini secara gamblang menyoroti kebejatan spiritual yang telah merasuki praktik keagamaan mereka. Tuhan, melalui nabi-Nya, menyatakan ketidakpuasan-Nya terhadap persembahan yang tidak tulus dan cacat.

Firman Tuhan dalam Maleakhi 1:7 bukan sekadar teguran historis, melainkan sebuah cermin yang memantulkan kondisi hati banyak orang hingga kini. "Kamu mempersembahkan daging di atas mezbah-Ku pelana-pelana yang najis." Frasa ini mengindikasikan bahwa persembahan yang diberikan bukanlah binatang yang terbaik, yang sehat, dan tanpa cela, melainkan binatang yang sakit, pincang, atau bahkan yang sudah mati. Persembahan semacam ini secara inheren tidak layak dan tidak memuliakan Tuhan. Sebaliknya, ini adalah penghinaan terhadap kekudusan dan keagungan-Nya. Bayangkanlah, jika kita memberikan hadiah terbaik kita kepada seseorang yang kita hormati, tentu kita akan memilih yang paling bernilai. Namun, umat Israel dalam gambaran Maleakhi, justru memberikan "sampah" kepada Tuhan yang Maha Kudus.

Lebih jauh lagi, Tuhan menanyakan, "Dengan cara apa kami menajiskan Engkau?" Pertanyaan ini menunjukkan kebodohan rohani mereka. Mereka tidak menyadari atau pura-pura tidak menyadari bahwa perbuatan mereka sendiri telah menajiskan Tuhan. Jawaban dari pertanyaan retoris ini adalah penegasan yang menyakitkan: "Dengan mengatakan: 'Mezbah TUHAN dapat dihina.'" Mereka meremehkan kesakralan mezbah Tuhan. Mezbah adalah tempat pertemuan antara manusia dan Tuhan, tempat persembahan yang mewakili penebusan dan penyembahan. Ketika mezbah dihina, berarti mereka menghina Tuhan itu sendiri. Ini adalah sikap hati yang sangat merusak, sebuah bentuk pemberontakan yang terselubung dalam ritual.

Tuhan merindukan sebuah ibadah yang lahir dari hati yang tulus dan penuh hormat. Ia tidak menginginkan ritual kosong yang hanya dilakukan karena kewajiban atau kebiasaan. Persembahan yang Ia inginkan adalah penyerahan diri sepenuhnya, hati yang hancur karena dosa, dan kerinduan untuk menyenangkan hati-Nya. Maleakhi 1:7 mengingatkan kita bahwa kualitas persembahan kita sangat penting. Ini bukan hanya tentang kuantitas atau formalitas, tetapi tentang ketulusan, kekudusan, dan penghormatan yang mendalam terhadap Tuhan. Marilah kita memeriksa hati dan persembahan kita. Apakah kita memberikan yang terbaik bagi Tuhan, atau hanya sekadar memberikan apa yang tersisa? Renungkanlah.