Ayat dari Maleakhi 3:15 menyajikan sebuah gambaran yang mungkin terdengar kontradiktif pada pandangan pertama. Kitab Maleakhi ditulis pada masa ketika umat Allah sedang bergumul dalam spiritualitas dan ketaatan mereka. Para nabi seringkali harus menyampaikan pesan-pesan yang sulit, menantang status quo, dan memanggil umat kembali kepada jalan kebenaran.
Dalam konteks ini, ayat tersebut berbicara tentang sebuah kenyataan yang diamati oleh Maleakhi: bahwa orang-orang yang cenderung pada kesombongan, yang melanggar hukum dan berbuat fasik, justru tampaknya hidup nyaman dan "berhasil". Mereka tidak dihukum seketika, bahkan seolah-olah mereka "menguji Allah tetapi lolos". Ini bisa menimbulkan pertanyaan dan rasa frustrasi bagi orang-orang yang berusaha hidup setia dan taat kepada Tuhan.
Mengapa orang jahat tampaknya makmur? Ini adalah pertanyaan yang menghantui banyak orang sepanjang sejarah. Kitab Ayub secara mendalam membahas tema ini. Namun, penting untuk memahami perspektif ilahi. Keberhasilan duniawi seringkali bersifat sementara dan dangkal. Ayat ini tidak berarti bahwa Tuhan membenarkan atau merestui tindakan orang fasik. Sebaliknya, ini adalah sebuah pengamatan tentang realitas di bumi, sebuah pengingat bahwa keadilan Tuhan tidak selalu terlihat dalam bentuk hukuman instan.
Maleakhi 3:15 juga berfungsi sebagai peringatan. Bagi mereka yang merasa nyaman dalam kesombongan dan kejahatan, kenyataan bahwa mereka "lolos" dari hukuman segera bukanlah tanda kebaikan, melainkan potensi bahaya yang lebih besar. Ini bisa menjadi undangan kepada pemberontakan yang lebih dalam, menjauhkan mereka dari pertobatan dan pengampunan. Teks ini mengajak kita untuk tidak iri atau iri hati pada kesuksesan duniawi yang terlihat pada orang-orang yang mengabaikan Tuhan. Fokus utama kita seharusnya adalah pada hubungan kita dengan Sang Pencipta dan hidup sesuai dengan kebenaran-Nya.
Sebagai orang percaya, kita dipanggil untuk meneladani Kristus, yang meskipun tanpa dosa, mengalami penderitaan. Ketaatan kepada Tuhan mungkin tidak selalu membawa kesuksesan materi atau pengakuan duniawi. Sebaliknya, jalan kebenaran seringkali menuntut pengorbanan dan kesabaran. Namun, janji-janji Tuhan jauh lebih berharga daripada kekayaan atau kenyamanan sementara dunia ini. Maleakhi 3:15 mengingatkan kita bahwa ada standar keadilan yang lebih tinggi, dan pada akhirnya, setiap tindakan akan dipertanggungjawabkan.
Mari kita refleksikan: Apakah kita terpikat oleh "keberhasilan" yang semu dari orang-orang yang menjauhi Tuhan? Ataukah kita tetap teguh pada prinsip-prinsip ilahi, mempercayai bahwa kedaulatan dan kebaikan Tuhan akan terwujud pada waktu-Nya yang tepat? Fokus pada "menguji Allah tetapi lolos" oleh orang fasik seharusnya menjadi panggilan untuk kita agar lebih berhati-hati, bukan untuk meniru mereka, melainkan untuk semakin mendekatkan diri kepada Tuhan dan menjalani hidup yang berkenan.