Ayat Markus 15:14 menceritakan momen krusial dalam peristiwa penyaliban Yesus. Setelah berhadapan dengan tuntutan massa dan tekanan dari para pemimpin agama Yahudi, Pontius Pilatus, gubernur Romawi di Yudea, dihadapkan pada sebuah pilihan yang sulit. Ia memiliki kebiasaan untuk membebaskan seorang narapidana pada hari raya Paskah, dan kali ini, ia menawarkan pilihan antara Yesus dan Barabas, seorang pemberontak terkenal yang juga dipenjara karena melakukan pembunuhan. Tuntutan orang banyak, yang diprovokasi oleh para imam kepala, jelas: mereka ingin Yesus disalibkan dan Barabas dibebaskan.
Keputusan Pilatus untuk bertanya kepada orang banyak, "Apa yang harus aku perbuat dengan Yesus, yang disebut Kristus?" (Matius 27:22), menunjukkan keraguan dan mungkin sedikit ketidaknyamanan dalam hatinya. Ia menyadari bahwa tuduhan terhadap Yesus tidak berdasar secara hukum Romawi. Namun, di bawah tekanan politik dan sosial yang luar biasa, ia merasa tidak punya pilihan lain selain mengikuti kehendak massa. Ini adalah contoh klasik bagaimana keadilan dapat dikalahkan oleh kemarahan massa dan manipulasi politik.
Di sinilah ayat Markus 15:14 menjadi begitu tajam. Pilatus, yang seharusnya menjadi pelaksana keadilan, justru menyerah pada tuntutan yang tidak adil. Pernyataan, "Tetapi karena ia berkeras, Pilatus memerintahkannya dilepaskan dari penjara, tetapi ia menyuruh orang menyesah Yesus, lalu menyerahkannya untuk disalibkan," menggambarkan sebuah keputusan yang penuh kontradiksi. Ia "memerintahkannya dilepaskan dari penjara" – yang dimaksud di sini adalah Barabas, bukan Yesus. Tindakan menyesah Yesus sebelum penyaliban adalah bentuk hukuman brutal yang sering kali dilakukan oleh bangsa Romawi. Ini adalah penyiksaan fisik yang mengerikan, dimaksudkan untuk melemahkan dan mempermalukan korban sebelum kematian mereka.
Penyesahan ini bukan hanya tindakan hukuman, tetapi juga simbolisasi dari penderitaan yang akan dialami Yesus. Para prajurit Romawi yang melakukan tindakan ini tidak mengerti makna spiritual di balik peristiwa tersebut. Bagi mereka, Yesus hanyalah seorang tahanan lain yang akan dieksekusi. Namun, bagi umat Kristen, cambukan itu adalah bagian dari pengorbanan Kristus untuk menebus dosa umat manusia. Markus 15:14 menyoroti keadilan yang terdistorsi, di mana seorang yang tidak bersalah dihukum secara keji, sementara seorang penjahat dibebaskan.
Kisah ini mengajarkan kita tentang kerapuhan keadilan ketika dihadapkan pada kekuatan massa dan kepentingan politik. Ini juga mengingatkan kita pada pengorbanan Yesus yang luar biasa. Meskipun Pilatus mencoba melepaskan diri dari tanggung jawab dengan menyerahkannya kepada massa, ia tetap menjadi figur yang menandai awal dari penderitaan yang paling mendalam bagi Yesus. Ayat ini bukan hanya catatan sejarah, tetapi juga refleksi mendalam tentang keadilan, kejahatan, dan penebusan yang menjadi inti dari iman Kristen.