Mukjizat Ilahi yang Menginspirasi
Ayat Matius 15:39, meskipun terlihat sederhana, menyimpan makna yang mendalam tentang cara Yesus Kristus mengelola urusan-Nya dan memberikan instruksi kepada para pengikut-Nya. Peristiwa ini terjadi setelah mukjizat besar yang dilakukan oleh Yesus, yaitu memberi makan empat ribu orang laki-laki, belum termasuk perempuan dan anak-anak, hanya dengan tujuh buah roti dan beberapa ikan kecil. Kejadian ini menunjukkan kuasa ilahi-Nya yang tak terbatas dan belas kasih-Nya yang melimpah kepada umat manusia.
Setelah kerumunan orang tersebut dipuaskan, baik secara fisik maupun spiritual, Yesus mengambil keputusan strategis. Ia memerintahkan murid-murid-Nya untuk naik ke perahu dan menyeberangi Danau Galilea terlebih dahulu. Tindakan ini bukanlah tanpa alasan. Kemungkinan besar, Yesus ingin memberikan waktu bagi diri-Nya sendiri untuk berdoa, merenung, dan mungkin untuk mengantisipasi tantangan rohani yang akan datang. Ia juga tahu bahwa kerumunan itu perlu dibubarkan dengan aman, dan dengan menyuruh mereka pulang, Ia memastikan bahwa mereka kembali ke rumah masing-masing dengan hati yang puas dan jiwa yang terangkat.
Penting untuk dicatat bahwa Yesus tidak pernah terburu-buru atau bertindak sembarangan. Setiap langkah dan perintah-Nya selalu memiliki tujuan yang jelas. Dalam kasus ini, memisahkan diri dari kerumunan dan murid-murid-Nya memungkinkan-Nya untuk mempersiapkan diri menghadapi pengujian iman yang lebih besar, termasuk pelayaran di tengah badai di mana Ia berjalan di atas air, yang dicatat dalam pasal-pasal selanjutnya di Injil Matius. Perintah untuk pergi ke seberang juga mengisyaratkan perjalanan misionaris atau pelayanan lebih lanjut yang akan dilakukan-Nya.
Bagi para murid, instruksi ini mungkin terasa seperti perintah yang biasa. Namun, dalam konteks pelayanan Yesus, setiap perintah adalah pelajaran. Mereka belajar untuk taat, percaya pada kepemimpinan Yesus, dan mengandalkan-Nya bahkan ketika Ia tidak berada di samping mereka secara fisik. Perjalanan perahu itu sendiri bisa menjadi ujian kepercayaan, terutama ketika badai datang. Mereka harus belajar untuk menghadapi ketakutan mereka dan memegang teguh keyakinan mereka pada kekuatan Yesus.
Ayat ini juga mengingatkan kita akan pentingnya keseimbangan antara pelayanan publik dan waktu pribadi untuk refleksi dan doa. Yesus, sebagai Anak Allah, pun membutuhkan waktu untuk terhubung dengan Bapa-Nya. Ini adalah teladan bagi kita semua, bahwa di tengah kesibukan duniawi dan tugas-tugas pelayanan, kita juga perlu menyediakan waktu untuk pemulihan spiritual dan penguatan batin. Dengan menyuruh orang banyak pulang, Yesus juga menunjukkan bahwa Ia menghargai kedamaian dan ketertiban, serta tidak ingin menimbulkan kekacauan atau kebingungan.
Lebih jauh lagi, perintah untuk pergi ke seberang ke tempat yang mungkin belum dijelajahi, melambangkan jangkauan Injil yang akan terus meluas. Ini adalah persiapan untuk penginjilan yang lebih besar lagi yang akan dilakukan oleh para murid setelah kebangkitan dan kenaikan Yesus. Matius 15:39 bukan hanya sebuah narasi, tetapi sebuah pengingat akan hikmat ilahi, kasih tanpa syarat, dan rencana agung Allah yang terus bergerak maju melalui pekerjaan hamba-Nya.