Matius 18:34 - Kebencian yang Tak Terampuni

"Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada Algojo, sampai ia membayar seluruh utangnya."

Simbol kekecewaan dan tanggung jawab

Ayat Matius 18:34 merupakan lanjutan dari perumpamaan tentang hamba yang tidak berbelas kasihan, yang diceritakan oleh Yesus. Perumpamaan ini bermula dari pertanyaan Petrus tentang berapa kali ia harus mengampuni saudaranya yang berbuat dosa kepadanya. Jawaban Yesus yang melampaui hitungan manusia, "bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali," menuntun pada perumpamaan tentang seorang hamba yang berutang sangat besar kepada rajanya.

Dalam perumpamaan tersebut, seorang hamba berutang seribu talenta, sebuah jumlah yang luar biasa besar dan mustahil untuk dibayarkan dalam seumur hidup. Ketika raja hendak menjual hamba itu beserta keluarga dan hartanya untuk melunasi utang, hamba itu memohon belas kasihan. Raja yang berhati baik kemudian mengampuni seluruh utangnya. Hal ini menunjukkan kebesaran anugerah dan pengampunan yang diberikan tanpa syarat.

Namun, ironisnya, setelah diampuni, hamba yang sama bertemu dengan seorang sesama hambanya yang berutang sedikit kepadanya, mungkin hanya seratus dinar. Alih-alih menunjukkan belas kasihan yang sama seperti yang ia terima, hamba ini justru bersikap keras, mencekik sesama hambanya, dan menuntut pembayaran utangnya. Ketika sesama hambanya memohon waktu, ia menolak dan menyeretnya ke penjara hingga utang itu terbayar.

Perilaku inilah yang kemudian memicu kemarahan sang raja. Matius 18:34 secara ringkas menggambarkan respons raja: "Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada Algojo, sampai ia membayar seluruh utangnya." Frasa "menyerahkannya kepada Algojo" melambangkan hukuman dan konsekuensi dari tindakan ketidakberbelas kasihan. Sang raja tidak lagi melihat hamba itu layak mendapatkan pengampunan setelah ia sendiri menunjukkan hati yang kejam.

Pelajaran mendalam dari ayat ini adalah tentang pentingnya belas kasihan dan pengampunan dalam kehidupan seorang pengikut Kristus. Yesus mengajarkan bahwa sebagaimana kita telah diampuni oleh Allah melalui Kristus, demikian pula kita harus mengampuni orang lain. Kegagalan untuk mengampuni menunjukkan ketidakmampuan kita untuk memahami dan menghargai anugerah pengampunan yang telah kita terima.

Tindakan hamba yang tidak berbelas kasihan menunjukkan hati yang egois dan tidak peka terhadap penderitaan orang lain. Ini menjadi pengingat bahwa pengampunan bukanlah pilihan semata, melainkan sebuah perintah yang mencerminkan karakter ilahi. Ketika kita menolak mengampuni, kita seolah-olah menolak berkat pengampunan dari Allah dan membuka diri pada konsekuensi rohani yang berat. Ayat ini mengajarkan kita untuk terus merefleksikan hati kita, memastikan bahwa kita tidak menjadi seperti hamba yang tidak berbelas kasihan, melainkan terus menerus mempraktikkan kasih dan pengampunan yang menjadi inti ajaran Kristus.