Matius 23:6 - Kerendahan Hati yang Sejati

"Mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan mereka dan di tempat terdepan di rumah ibadat."

Simbol Kerendahan Hati Ikon sederhana berbentuk tangan terbuka menopang tunas hijau, melambangkan pertumbuhan kerendahan hati.

Ayat Matius 23:6 ini merupakan bagian dari teguran Yesus kepada para ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Perkataan ini menyoroti sebuah kebiasaan yang seringkali luput dari perhatian, namun memiliki makna spiritual yang dalam: keinginan untuk menonjolkan diri dan mencari kehormatan di mata manusia.

Yesus secara gamblang menyatakan bahwa para pemimpin agama pada masa itu sangat mendambakan tempat-tempat terhormat dalam berbagai acara sosial, seperti perjamuan, dan tempat terdepan di tempat ibadah. Ini bukan sekadar soal kenyamanan fisik semata, melainkan cerminan dari motivasi hati mereka. Mereka memprioritaskan pengakuan dan pujian dari orang lain di atas pelayanan yang tulus kepada Tuhan dan sesama.

Dalam konteks perjamuan, tempat terhormat biasanya merujuk pada posisi di sisi tuan rumah, yang menandakan kedekatan dan status penting. Di rumah ibadat, tempat terdepan seringkali diperuntukkan bagi mereka yang dianggap paling bijak, saleh, atau memiliki otoritas. Keinginan untuk menempati posisi-posisi ini menunjukkan bahwa mereka lebih peduli dengan citra diri dan kekuasaan daripada kerendahan hati yang seharusnya menjadi ciri pengikut Tuhan.

Tindakan ini kontras dengan ajaran Yesus sendiri. Berulang kali, Yesus menekankan pentingnya kerendahan hati, melayani orang lain, dan tidak mencari pujian dari manusia. Ia mengajarkan bahwa yang terbesar di antara murid-murid-Nya adalah mereka yang menjadi pelayan bagi semuanya. Dalam Injil Lukas, Yesus bahkan berkata, "Siapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan siapa yang merendahkan diri, ia akan ditinggikan" (Lukas 14:11).

Matius 23:6 memberikan sebuah pelajaran yang sangat relevan bagi kita di masa kini. Di era media sosial dan kompetisi yang kian ketat, godaan untuk mencari pengakuan dan menonjolkan diri bisa sangat besar. Kita mungkin tidak secara harfiah berebut tempat di perjamuan atau rumah ibadat, tetapi kita bisa saja terjebak dalam keinginan untuk mendapatkan 'like', pujian, atau pengakuan atas pencapaian kita, bahkan dalam pelayanan kita kepada Tuhan.

Kecenderungan ini bisa mengaburkan tujuan sejati dari iman kita. Ketika fokus kita beralih dari menyenangkan Tuhan menjadi memuaskan keinginan untuk dihormati manusia, motivasi pelayanan kita menjadi tercemar. Kita berisiko menjadi seperti orang Farisi yang Yesus tegur: penampilan luar yang saleh, namun hati yang dipenuhi kesombongan dan keinginan duniawi.

Oleh karena itu, ayat ini mengajak kita untuk terus memeriksa hati kita. Apakah kita mencari tempat terhormat di mata manusia, ataukah kita dengan tulus berusaha melayani Tuhan dan sesama dalam kerendahan hati, mengutamakan kehendak-Nya di atas segala keinginan diri sendiri? Kerendahan hati bukanlah kelemahan, melainkan kekuatan sejati yang membawa kita lebih dekat kepada Tuhan dan memberikan dampak yang lebih berarti bagi dunia.