Ayat Matius 24:48, meskipun singkat, membawa pesan yang mendalam dan relevan bagi setiap orang yang percaya. Ayat ini merupakan bagian dari perumpamaan Yesus tentang kesiapan menghadapi kedatangan-Nya yang kedua kali. Dalam konteks yang lebih luas, pasal 24 Kitab Matius dipenuhi dengan tanda-tanda zaman dan ajaran mengenai kiamat, yang semuanya bermuara pada pentingnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan rohani.
Perumpamaan yang mendasari ayat ini berbicara tentang seorang hamba yang dipercayakan untuk mengurus rumah tuannya. Hamba tersebut dibagi menjadi dua kategori: yang setia dan bijaksana, serta yang jahat dan lalai. Ayat 48 secara spesifik menyoroti pemikiran dan sikap dari hamba yang jahat. Kata-kata "Tuan saya tidak datang-datang" mencerminkan sikap meremehkan, ketidakpercayaan, dan akhirnya kelalaian. Hamba ini hidup seolah-olah tuannya tidak akan pernah kembali, sehingga ia merasa bebas untuk melakukan apa saja tanpa memedulikan tugasnya.
Pesan utama yang tersirat dari ayat ini adalah peringatan keras terhadap sikap apatis dan kurangnya persiapan rohani. Dalam kehidupan sehari-hari, kita seringkali tenggelam dalam kesibukan dunia, pekerjaan, dan keinginan pribadi. Terkadang, tanpa disadari, kita mulai berpikir bahwa kedatangan Kristus, baik dalam makna kedatangan kembali-Nya secara fisik maupun dalam makna kematian pribadi, masih jauh di masa depan. Pikiran seperti ini dapat mengarah pada penundaan, pengabaian terhadap panggilan rohani, dan penurunan kewaspadaan.
Sikap "hamba yang jahat" ini bukanlah sekadar tentang penundaan fisik, tetapi lebih kepada keadaan hati dan pikiran yang menunjukkan degradasi iman. Menganggap remeh kedatangan Tuhan berarti juga meremehkan nilai kekal, keadilan-Nya, dan rencana-Nya yang sempurna. Ini adalah bahaya terbesar bagi kehidupan rohani seseorang – terbuai oleh ilusi "keabadian" di dunia ini hingga melupakan tujuan akhir kita.
Yesus tidak hanya memberikan peringatan, tetapi juga menawarkan solusi. Dalam ayat-ayat sebelumnya dan sesudahnya, Ia menekankan pentingnya "berjaga-jaga" dan "setia serta bijaksana". Kesiapan bukanlah sesuatu yang dilakukan secara instan di saat-saat terakhir, melainkan sebuah gaya hidup. Kesiapan berarti hidup setiap hari dengan kesadaran akan kehadiran Tuhan, menjaga hati tetap murni, terus bertumbuh dalam iman, dan melaksanakan kehendak-Nya dengan penuh ketaatan.
Matius 24:48 mengajarkan kita untuk secara terus-menerus menguji hati kita. Apakah kita benar-benar menantikan kedatangan Tuhan, ataukah kita cenderung berpuas diri dan melupakan-Nya? Apakah kita hidup dengan tujuan kekal di hadapan mata, ataukah kita terperangkap dalam pandangan duniawi yang sempit? Kesiapan adalah sebuah pilihan aktif, sebuah komitmen untuk hidup sesuai dengan firman-Nya, dan memelihara hubungan yang intim dengan Sang Pencipta. Dengan demikian, kita dapat menyongsong kedatangan-Nya dengan sukacita, bukan dengan ketakutan atau penyesalan.