Mazmur 109:1

"Ya Allah yang kupuji, janganlah berdiam diri,
sebab orang fasik dan penipu
telah membuka mulut mereka melawan aku;
mereka berbicara melawan aku dengan lidah dusta."

Simbol Keadilan, Doa, dan Seruan.

Seruan di Tengah Kesulitan

Mazmur 109 adalah sebuah ratapan yang mendalam dari pemazmur yang menghadapi penganiayaan hebat dari musuh-musuhnya. Ayat pertama, yang menjadi pembuka dari mazmur ini, langsung menggambarkan kondisi darurat dan keputusasaan yang dialami oleh Daud atau penulis mazmur ini. "Ya Allah yang kupuji, janganlah berdiam diri," adalah sebuah seruan yang tegas, penuh urgensi, dan menandakan kerinduan mendalam akan campur tangan ilahi. Ini bukan sekadar permintaan, melainkan sebuah tuntutan emosional yang lahir dari penderitaan yang tak tertahankan.

Perasaan ditinggalkan oleh Tuhan adalah salah satu ujian terberat bagi jiwa yang beriman. Dalam situasi seperti ini, keheningan Tuhan bisa terasa seperti pengabaian mutlak, memperparah rasa sakit dan ketidakberdayaan. Namun, pemazmur menunjukkan imannya yang gigih dengan tetap menyebut Tuhan sebagai "Allah yang kupuji." Ini menunjukkan bahwa meskipun dalam kesulitan tergelap, kesetiaan dan pujiannya kepada Tuhan tidak goyah. Ia mengakui kebesaran dan kebaikan Tuhan, bahkan ketika situasinya tampaknya bertentangan dengan kebaikan itu.

Latar belakang seruan ini diperjelas dengan deskripsi para penyerangnya: "sebab orang fasik dan penipu telah membuka mulut mereka melawan aku; mereka berbicara melawan aku dengan lidah dusta." Kata "fasik" merujuk pada mereka yang hidup tanpa takut akan Tuhan, yang melanggar hukum-hukum-Nya. "Penipu" menggambarkan mereka yang tidak jujur, yang tindakannya diselimuti kebohongan dan kelicikan. Mulut yang terbuka untuk menjelek-jelekkan, lidah yang berdusta untuk menjatuhkan, adalah senjata yang paling ampuh dalam peperangan rohani dan sosial. Fitnah, gosip, dan kesaksian palsu adalah cara-cara yang sering digunakan oleh kejahatan untuk menghancurkan reputasi dan kehidupan seseorang.

Situasi yang digambarkan dalam Mazmur 109:1 sangat relevan bahkan di zaman modern. Kita sering kali menyaksikan bagaimana kebohongan dan fitnah dapat menyebar dengan cepat, didorong oleh media sosial atau percakapan sehari-hari, merusak integritas dan kedamaian individu. Kezhaliman dan ketidakadilan bisa datang dari berbagai arah, membuat seseorang merasa terisolasi dan tak berdaya. Dalam menghadapi serangan semacam itu, seruan pemazmur menjadi inspirasi untuk tidak tinggal diam dalam keputusasaan, melainkan berseru kepada Tuhan.

Mazmur ini mengingatkan kita bahwa di tengah badai kehidupan, saat suara kebohongan terdengar nyaring, ada tempat untuk berpaling. Tuhan yang kita puji adalah Tuhan yang mendengar. Walaupun Ia mungkin tampak berdiam diri untuk sementara waktu, kesetiaan-Nya tidak pernah padam. Mazmur 109:1 adalah pengingat akan pentingnya iman yang teguh, keberanian untuk berseru, dan keyakinan bahwa keadilan ilahi pada akhirnya akan ditegakkan, meskipun jalan menuju ke sana mungkin penuh dengan penderitaan dan cobaan. Seruan ini adalah awal dari sebuah perjuangan iman, sebuah doa yang memohon agar kebenaran menang atas kebohongan.