Mazmur 109:2 mengingatkan kita pada situasi yang penuh dengan tantangan dan tekanan dari orang-orang yang berniat buruk. Ayat ini berbunyi, "Sebab mulut orang fasik dan mulut orang curang telah terbuka melawan aku, mereka berbicara terhadap aku dengan lidah dusta." Kalimat ini bukan sekadar ungkapan kepedihan, melainkan sebuah pengakuan akan kekuatan destruktif dari kata-kata yang keluar dari mulut orang-orang yang tidak memiliki niat baik.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita mungkin pernah mengalami hal serupa. Ada kalanya kita menjadi sasaran fitnah, tuduhan palsu, atau komentar negatif yang tanpa dasar. Perkataan seperti ini bisa sangat menyakitkan, merusak reputasi, dan bahkan mengikis kepercayaan diri. David, penulis Mazmur ini, dalam kesulitannya, mengalaminya secara mendalam. Ia merasakan betapa berbahayanya "mulut orang fasik" yang selalu mencari kesempatan untuk menjatuhkan orang lain, serta "mulut orang curang" yang menggunakan tipu daya untuk melukai.
Kehidupan Kristen seringkali dihadapkan pada ujian iman, dan salah satunya adalah bagaimana merespon terhadap perkataan yang tidak benar. Ayat ini mengajarkan kita untuk tidak berlarut-larut dalam kesedihan atau kemarahan, melainkan untuk membawa pergumulan ini kepada Tuhan. Tuhan adalah sumber keadilan dan kebenaran. Dialah yang melihat hati dan mengetahui segala sesuatu. Mengarahkan pandangan dan hati kepada Tuhan adalah langkah pertama untuk menemukan kekuatan dan hikmat dalam menghadapi situasi sulit.
Kata-kata yang keluar dari mulut seseorang mencerminkan isi hati mereka. Jika hati dipenuhi dengan kebencian, iri hati, atau keinginan untuk berbuat jahat, maka perkataan yang keluar pun akan demikian. "Lidah dusta" yang disebutkan dalam ayat ini menggambarkan betapa liciknya orang-orang yang tidak jujur. Mereka menggunakan kata-kata sebagai senjata untuk menyerang, untuk memutarbalikkan fakta, dan untuk menciptakan kebingungan.
Namun, Mazmur 109 bukan hanya tentang penderitaan. Di balik kesaksian tentang serangan musuh, terdapat pula sebuah doa permohonan yang kuat kepada Tuhan. David tidak tinggal diam dalam penderitaannya. Ia berseru kepada Tuhan, memohon pertolongan dan keadilan. Ini adalah pengingat bagi kita bahwa di tengah gempuran perkataan negatif, kita memiliki tempat untuk bersandar, yaitu dalam doa kepada Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Kuasa.
Ketika kita merasa diserang oleh perkataan yang menyakitkan, penting untuk mengingat bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Dia mendengar setiap keluh kesah kita. Mazmur 109:2 ini menjadi dasar untuk membawa pergumulan kita kepada-Nya, dengan keyakinan bahwa Dia akan memberikan hikmat dan kekuatan untuk menghadapi setiap tantangan, serta keadilan bagi mereka yang berbuat tidak benar.