Mazmur 115:2 memunculkan sebuah pertanyaan yang sangat kuat, yang mungkin pernah terlintas di benak banyak orang di tengah kesulitan hidup, dalam menghadapi tantangan, atau ketika menyaksikan penderitaan di dunia: "Mengapa bangsa-bangsa berkata: 'Di mana sekarang Allah mereka?'" Pertanyaan ini bukan sekadar retorika, melainkan sebuah refleksi mendalam tentang persepsi dunia luar terhadap keberadaan dan campur tangan Tuhan dalam kehidupan umat-Nya, terutama ketika segala sesuatu tampak berlawanan.
Persepsi Dunia dan Kenyataan Iman
Pertanyaan ini sering kali dilontarkan oleh bangsa-bangsa atau orang-orang yang tidak memiliki hubungan spiritual yang mendalam dengan Tuhan. Bagi mereka, kesuksesan dan kemakmuran diukur dari pencapaian duniawi semata. Ketika umat Tuhan mengalami kesulitan, penderitaan, atau bahkan kegagalan dalam pandangan duniawi, mereka mungkin akan memandang rendah dan mempertanyakan kesetiaan serta kekuasaan Tuhan yang mereka sembah. "Jika Tuhanmu begitu kuat, mengapa kamu menderita?" begitu kira-kira inti pertanyaan tersebut.
Namun, perspektif ini sering kali hanya melihat permukaan. Iman Kristen tidak menjanjikan kehidupan yang bebas dari masalah di dunia ini. Sebaliknya, Alkitab seringkali mengajarkan bahwa iman diuji melalui kesulitan. Pertanyaan "Di mana sekarang Allah mereka?" justru menjadi momen krusial untuk menegaskan kembali kebenaran iman. Ini adalah panggilan untuk tidak hanya mencari jawaban dari orang lain, tetapi juga untuk mencari jawaban di dalam diri sendiri dan di dalam Firman Tuhan.
Kehadiran Tuhan yang Tak Tergoyahkan
Meskipun pertanyaan tersebut bernada skeptis, Mazmur 115 secara keseluruhan memberikan jawaban yang meyakinkan. Penulis Mazmur menegaskan bahwa Allah Israel bukanlah dewa-dewa bangsa lain yang hanya berupa patung yang tidak dapat berbicara, melihat, mendengar, atau bertindak. Sebaliknya, Tuhan adalah Pencipta langit dan bumi, Yang Maha Kuasa dan Maha Hadir. Keberadaan-Nya tidak bergantung pada pengakuan manusia, apalagi pengakuan mereka yang tidak percaya.
Ayat ini mengajarkan bahwa kemuliaan, kehormatan, dan segala pujian seharusnya hanya diberikan kepada Tuhan. Tuhan tidak membutuhkan pembelaan dari kita di hadapan dunia yang meragukan. Sebaliknya, kita dipanggil untuk tetap teguh dalam iman, menunjukkan bahwa kehadiran Tuhan nyata dalam hidup kita, bahkan di tengah badai. Ketika kita tetap setia, mengandalkan-Nya, dan hidup sesuai dengan kehendak-Nya, kita menjadi kesaksian hidup bahwa Tuhan beserta kita.
Refleksi Pribadi dan Kesaksian
Pertanyaan "Di mana sekarang Allah mereka?" dapat menjadi momen introspeksi. Apakah hidup kita benar-benar mencerminkan kehadiran Tuhan? Apakah kesaksian kita cukup kuat untuk menjawab keraguan dunia? Ketika kita mampu tetap teguh, bersukacita, dan menemukan kedamaian di dalam Tuhan meskipun menghadapi kesulitan, itulah jawaban terbaik bagi pertanyaan skeptis tersebut. Tuhan mungkin tidak selalu campur tangan dengan cara yang kita harapkan secara instan, tetapi kehadiran-Nya senantiasa ada, menopang dan membimbing kita melalui setiap musim kehidupan.
Oleh karena itu, menghadapi pertanyaan seperti ini, respon terbaik bukanlah dengan kekecewaan atau keputusasaan, melainkan dengan meneguhkan kembali iman kita kepada Tuhan yang hidup, yang berkuasa, dan yang tidak pernah meninggalkan umat-Nya. Kemuliaan tetaplah milik-Nya, selamanya.