"Berhala-berhala bangsa-bangsa adalah perak dan emas, buatan tangan manusia."
Ayat ini dari Kitab Mazmur, bagian dari Perjanjian Lama dalam Alkitab, menyajikan sebuah gambaran yang tajam mengenai sifat sejati dari berhala. Dikatakan bahwa berhala-berhala tersebut hanyalah hasil karya tangan manusia, terbuat dari bahan-bahan yang berharga seperti perak dan emas. Pernyataan ini bukan sekadar deskripsi fisik, melainkan sebuah penegasan teologis yang mendalam.
Ketika bangsa-bangsa pada zaman itu menyembah berhala, mereka sebenarnya sedang menaruh kepercayaan dan pengharapan mereka pada benda mati. Benda-benda ini, meskipun indah dan mahal, tidak memiliki kekuatan, kehidupan, atau kebijaksanaan sama sekali. Keberadaan mereka sepenuhnya bergantung pada para pembuatnya. Mereka tidak bisa melihat, mendengar, berbicara, berjalan, atau memberikan pertolongan apa pun kepada penyembah mereka. Mazmur 115 selanjutnya dengan tegas menyatakan, "Yang membuat mereka sama seperti yang membuatnya, dan setiap orang yang percaya kepadanya." Ini berarti bahwa siapapun yang mengandalkan berhala akan menjadi sama rapuhnya dan tidak berdayanya seperti berhala itu sendiri.
Kontras yang kuat ditampilkan di sini dengan konsep penyembahan kepada Tuhan yang benar. Berbeda dengan berhala yang bisu dan mati, Tuhan yang diwahyukan dalam Alkitab adalah Pencipta alam semesta, yang hidup, berkuasa, dan selalu hadir. Dia yang mendengar doa, yang memberikan hikmat, dan yang memberikan pertolongan kepada umat-Nya. Kepercayaan yang diletakkan pada Tuhan tidak akan pernah sia-sia, karena Dia adalah sumber segala kekuatan dan kebaikan.
Dalam konteks kekinian, peringatan Mazmur 115:4 tetap relevan. Kita mungkin tidak lagi secara harfiah menyembah patung dari perak dan emas. Namun, godaan untuk menciptakan "berhala" modern bisa saja muncul dalam bentuk lain. Ini bisa berupa kekayaan materi yang berlebihan, status sosial, kekuasaan, bahkan teknologi canggih yang kita anggap sebagai solusi segalanya. Ketika kita mulai menaruh seluruh kepercayaan dan harapan hidup kita pada hal-hal duniawi ini, mengabaikan sumber kehidupan yang sejati, kita berisiko jatuh pada kesalahan yang sama dengan penyembah berhala kuno. Kita menjadikan ciptaan sebagai pengganti Sang Pencipta.
Penting bagi kita untuk senantiasa menguji hati dan prioritas kita. Apakah fokus utama kita adalah pada hal-hal yang fana dan rapuh, atau pada Tuhan yang kekal dan Mahakuasa? Mazmur 115:4 mengingatkan kita untuk tidak tertipu oleh penampilan luar atau nilai materi semata. Kekuatan sejati, harapan yang teguh, dan kedamaian yang mendalam hanya dapat ditemukan dalam hubungan yang benar dengan Sang Pencipta. Marilah kita mengarahkan hati dan hidup kita kepada-Nya, sumber segala berkat, bukan pada ilusi buatan manusia yang pada akhirnya tidak akan pernah memuaskan.