Mazmur 119 adalah salah satu bagian terpanjang dalam Kitab Suci, sebuah ode yang mendalam dan berirama tentang keagungan firman Tuhan. Dalam setiap ayatnya, pemazmur mengungkapkan cintanya yang tak tergoyahkan terhadap hukum, perintah, kesaksian, dan ketetapan ilahi. Ayat 84, meskipun singkat, memuat inti dari perjuangan rohani yang dihadapi oleh orang percaya: kerinduan akan keadilan ilahi dan ketidaksabaran yang muncul ketika penindasan terus berlanjut.
Ayat ini muncul dari lubuk hati seorang hamba Tuhan yang sedang menghadapi penganiayaan. Kata "hamba-Mu" menekankan posisinya sebagai pelayan setia yang mengabdikan hidupnya untuk mengikuti kehendak Tuhan. Namun, kesetiaan ini seringkali disambut dengan perlawanan dan penindasan dari mereka yang tidak menyukai jalan kebenaran. Pemazmur berseru, "Berapa lamakah hamba-Mu harus menunggu?" Ini bukan pertanyaan yang lahir dari ketidakpercayaan, melainkan ekspresi kejujuran tentang pergulatan dalam menghadapi ketidakadilan yang berkepanjangan.
Ada saat-saat dalam kehidupan rohani di mana kita merasa doa-doa kita seolah tertahan, dan kejahatan di sekitar kita tampak berkuasa tanpa batas. Pemazmur merasakan hal yang sama. Ia merindukan titik balik, saat ketika Tuhan akan campur tangan dan memberikan keadilan. Kata "bilakah Engkau bertindak" menunjukkan harapan aktif bahwa intervensi ilahi pasti akan datang, meskipun waktunya belum diketahui. Ini adalah iman yang melihat melampaui kesulitan saat ini dan berpegang pada janji Tuhan.
Meskipun pemazmur berseru dalam penantian, fondasi kepercayaannya adalah firman Tuhan. Dalam Mazmur 119, firman Tuhan digambarkan sebagai pelita bagi kaki dan terang bagi jalan (Mzm. 119:105). Bahkan dalam kegelapan penindasan dan ketidakpastian, firman Tuhan memberikan panduan, penghiburan, dan kekuatan untuk terus berjalan. Mengetahui bahwa Tuhan adalah adil dan setia, bahkan ketika situasi tidak mencerminkan hal itu, menjadi jangkar bagi jiwa.
Penantian yang diungkapkan dalam ayat ini juga bisa dipahami sebagai dorongan bagi kita untuk terus mengandalkan Tuhan dan firman-Nya, alih-alih bertindak dengan kekuatan sendiri atau menyerah pada keputusasaan.
Mazmur 119:84 mengingatkan kita bahwa perjalanan iman seringkali melibatkan penantian. Namun, dalam penantian itu, kita dipanggil untuk tetap teguh pada firman Tuhan, mempercayai keadilan dan waktu-Nya yang sempurna.