"Semua ini menimpa kami, tetapi kami tidak melupakan-Mu, dan tidak berlaku curang terhadap perjanjian-Mu."
Mazmur 44:17 adalah sebuah ayat yang menggugah hati, membawa kita pada perenungan mendalam tentang bagaimana umat Tuhan menghadapi masa-masa sulit. Ayat ini bukanlah gambaran tentang kemudahan atau kesuksesan yang selalu diraih. Sebaliknya, ia menyoroti ketahanan iman di tengah cobaan, penganiayaan, dan rasa ditinggalkan. Sang pemazmur mengakui bahwa seluruh kesulitan, bahkan sampai pada titik merasa dipermalukan di antara bangsa-bangsa, telah menimpa mereka. Ini adalah pengakuan jujur akan beratnya ujian yang dihadapi.
Namun, inti dari ayat ini terletak pada respons umat Tuhan terhadap cobaan tersebut. Frasa "tetapi kami tidak melupakan-Mu" menjadi jangkar iman yang kokoh. Di tengah kekacauan dunia, di saat segala sesuatu terasa hancur, ingatan akan Tuhan, janji-janji-Nya, dan kasih setia-Nya tetap terjaga. Ini menunjukkan kekuatan memori rohani yang tidak mudah pudar oleh kesulitan duniawi. Melupakan Tuhan berarti kehilangan arah, kehilangan sumber kekuatan, dan pada akhirnya, kehilangan diri sendiri. Namun, mereka memilih untuk berpegang teguh pada ingatan akan Sang Pencipta.
Lebih lanjut, ayat ini menekankan komitmen untuk "tidak berlaku curang terhadap perjanjian-Mu." Perjanjian di sini merujuk pada hubungan kudus antara Tuhan dan umat-Nya, yang di dalamnya terdapat janji-janji dan tuntutan kesetiaan. Di tengah tekanan eksternal yang hebat, godaan untuk berkompromi, mencari jalan pintas, atau bahkan berbalik dari iman bisa sangat kuat. Namun, mereka menyatakan tekad untuk tetap setia pada ikatan perjanjian tersebut. Ini bukan hanya soal ketaatan ritual, tetapi tentang integritas hati dan kesetiaan yang mendalam kepada Tuhan, bahkan ketika konsekuensinya berat.
Mazmur 44:17 memberikan pelajaran berharga bagi kita di masa kini. Tantangan hidup mungkin berbeda bentuknya, tetapi ujian iman senantiasa ada. Baik itu dalam bentuk kesulitan finansial, masalah kesehatan, tekanan sosial, atau keraguan pribadi, seringkali kita merasa seolah-olah Tuhan jauh. Namun, ayat ini mengajarkan bahwa di saat-saat tergelap sekalipun, menjaga ingatan akan Tuhan dan kesetiaan pada perjanjian-Nya adalah kunci untuk bertahan. Ia mengingatkan kita bahwa iman sejati tidak diukur dari ketiadaan masalah, melainkan dari cara kita merespons masalah tersebut dengan berpegang teguh pada Tuhan. Ketidaklupaan dan kesetiaan adalah dua pilar kokoh yang menopang jiwa di tengah badai kehidupan.