Mazmur 78:17 - Hikmat untuk Generasi

Mereka terus menambah dosa terhadap Dia, mendurhaka terhadap Yang Mahatinggi di padang gurun.

Simbol batu yang dipecahkan

Ayat Mazmur 78:17 ini menyoroti sebuah momen krusial dalam sejarah bangsa Israel, yaitu tindakan ketidaktaatan dan dosa mereka bahkan di tengah kondisi yang seharusnya membawa mereka kepada pengenalan yang lebih dalam akan Tuhan. Padang gurun, sebuah tempat yang seringkali menjadi simbol ujian sekaligus pemurnian, justru menjadi saksi bisu dari pemberontakan yang terus-menerus. Ayat ini bukan sekadar catatan sejarah, melainkan sebuah peringatan abadi tentang bahaya melupakan kebaikan dan campur tangan Tuhan dalam kehidupan.

Kisah yang mendasari Mazmur 78 ini adalah perbuatan-perbuatan besar yang telah Tuhan lakukan bagi umat-Nya. Mulai dari pembebasan dari perbudakan Mesir, pemberian manna di padang gurun, hingga penyediaan air dari batu. Semua itu adalah manifestasi kasih dan kesetiaan Tuhan yang luar biasa. Namun, respons bangsa Israel seringkali adalah keluhan, keraguan, dan akhirnya, pemberontakan. Mereka cenderung mudah lupa akan pertolongan yang baru saja mereka alami, dan kembali kepada pola pikir lama yang dipenuhi ketidakpercayaan.

Frasa "terus menambah dosa terhadap Dia" menunjukkan sebuah pola yang terus berulang. Dosa bukanlah sekadar kesalahan sesaat, tetapi sebuah kecenderungan hati yang terus menerus berpaling dari kehendak Tuhan. Ketika kita merenungkan ayat ini, penting untuk bertanya pada diri sendiri: Seberapa sering kita, dalam kehidupan modern ini, juga menunjukkan pola yang sama? Kemudahan akses informasi, kemajuan teknologi, dan kenyamanan hidup dapat dengan mudah membuat kita terlena dan melupakan sumber segala kebaikan. Kita mungkin tidak lagi berada di padang gurun secara harfiah, tetapi kita bisa saja sedang berada dalam "padang gurun spiritual" di mana kita merasa cukup dengan diri sendiri, melupakan ketergantungan kita pada Sang Pencipta.

Tindakan "mendurhaka terhadap Yang Mahatinggi" menegaskan betapa seriusnya dosa tersebut di mata Tuhan. Tuhan yang telah memberikan kehidupan, anugerah, dan tuntunan, justru ditentang. Ini adalah pengingat yang kuat bahwa hubungan kita dengan Tuhan dibangun di atas dasar kepercayaan dan ketaatan. Mengabaikan perintah-Nya atau hidup dalam pemberontakan, sekecil apapun itu, adalah sebuah bentuk penolakan terhadap otoritas dan kasih-Nya. Mazmur 78:17 mengajak kita untuk introspeksi diri, memeriksa hati kita, dan memastikan bahwa respons kita terhadap kebaikan Tuhan adalah ucapan syukur, pujian, dan ketaatan, bukan keluhan atau ketidakpercayaan yang berujung pada dosa. Hikmat sejati terwujud ketika kita belajar dari kesalahan generasi terdahulu dan memilih untuk hidup dalam kesetiaan kepada Tuhan.