"Pancunglah mereka yang tidak mengenal Allah dan kaum yang tidak memanggil nama-Mu!"
Mazmur 79:6 menyajikan gambaran yang kuat dan mungkin terasa mengintimidasi: sebuah seruan agar murka Allah ditumpahkan kepada mereka yang tidak mengenal-Nya dan tidak memanggil nama-Nya. Ayat ini muncul dalam konteks penderitaan dan kehancuran yang dialami oleh umat Israel, di mana tanah air mereka telah dirusak dan bait suci mereka dinajiskan. Dalam situasi keputusasaan yang mendalam, pemazmur memohon intervensi ilahi yang tegas, meminta agar Allah bertindak dan menghukum para penindas mereka yang telah menolak kehadiran dan kekuasaan-Nya.
Perlu dipahami bahwa "murka" Allah dalam konteks Alkitab tidak selalu dimaknai sebagai luapan emosi manusia yang tidak terkendali. Sebaliknya, murka Allah seringkali merujuk pada sifat kekudusan-Nya yang suci dan ketidakkompromian-Nya terhadap dosa dan kejahatan. Ketika manusia secara sadar menolak Allah, menindas umat-Nya, dan menista nama-Nya, hal tersebut menimbulkan respons yang adil dari Sang Pencipta yang Mahakudus. Ayat ini, dalam terjemahan aslinya, menekankan kepedihan dan ketidakadilan yang dirasakan, serta kerinduan agar kebenaran ilahi ditegakkan.
Dalam konteks modern, ayat ini dapat menjadi bahan refleksi yang mendalam tentang bagaimana kita memandang hubungan kita dengan Tuhan. Apakah kita benar-benar mengenal Dia? Apakah kita sungguh-sungguh memanggil nama-Nya dalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya saat kesulitan datang? Ketidaktahuan dan penolakan terhadap Allah yang digambarkan dalam ayat ini dapat diinterpretasikan sebagai sikap apatis, ketidakpedulian, atau bahkan permusuhan terhadap nilai-nilai ilahi. Hal ini bukan hanya tentang tindakan eksternal, tetapi juga tentang sikap hati dan prioritas hidup kita.
Seringkali, kita terlena dalam kesibukan duniawi, mengabaikan panggilan ilahi untuk hidup dalam kebenaran dan kekudusan. Mazmur 79:6 mengingatkan kita bahwa ada konsekuensi dari penolakan terhadap Sang Pencipta. Namun, penting untuk diingat bahwa inti dari pesan Alkitab bukanlah sekadar penghukuman, melainkan juga kasih karunia dan kesempatan untuk bertobat. Ayat ini berfungsi sebagai peringatan keras, tetapi juga sebagai penekanan akan keadilan dan kedaulatan Allah atas seluruh ciptaan.
Bagaimana kita merespons ayat seperti ini di era yang penuh dengan keragaman pemikiran dan nilai? Mungkin, tantangannya adalah bagaimana menerapkan kebenaran ilahi tanpa terjebak dalam penghakiman yang sempit. Ayat ini mengajarkan kita untuk memiliki pemahaman yang benar tentang sifat Allah – Dia adalah Allah yang kudus dan adil, tetapi juga Allah yang penuh kasih dan pengampunan. Seruan dalam Mazmur 79:6 bukanlah untuk membalas dendam secara membabi buta, melainkan sebuah pengakuan bahwa hanya Allah yang memiliki otoritas tertinggi untuk menghakimi dan menegakkan keadilan yang sempurna.
Sebagai kesimpulan, Mazmur 79:6 mengingatkan kita akan pentingnya mengenal Allah secara pribadi, memanggil nama-Nya dengan tulus, dan hidup sesuai dengan kehendak-Nya. Ini adalah panggilan untuk kesadaran spiritual yang mendalam, pengakuan atas kedaulatan Allah, dan harapan bahwa keadilan ilahi pada akhirnya akan ditegakkan. Semoga ayat ini mendorong kita untuk semakin mendekatkan diri kepada-Nya, hidup dalam terang kebenaran-Nya, dan senantiasa memanggil nama-Nya dalam setiap aspek kehidupan kita.
Pelajari lebih lanjut tentang Mazmur 79 dan konteksnya.