Pada waktu kesesakan, aku berseru kepada-Mu, sebab Engkau menjawab aku.
Ayat Mazmur 86:7 ini merangkum sebuah kebenaran fundamental dalam hubungan antara manusia dan Tuhan, terutama ketika badai kehidupan menerpa. Frasa "Pada waktu kesesakan, aku berseru kepada-Mu" bukanlah sekadar ucapan pasrah, melainkan sebuah pengakuan iman yang mendalam. Kesesakan dapat datang dalam berbagai bentuk: kehilangan, kegagalan, penyakit, kecemasan, atau rasa putus asa. Dalam momen-momen inilah, seringkali naluri pertama kita adalah mencari pertolongan, entah kepada sesama, kepada kekuatan diri sendiri, atau bahkan mencoba mengabaikan masalah. Namun, pemazmur menunjukkan jalan yang berbeda, jalan yang berakar pada kepercayaan kepada Sang Pencipta.
Memanggil Tuhan di saat kesesakan berarti mengakui keterbatasan diri dan kerentanan kita. Ini adalah tindakan kerendahan hati yang mengakui bahwa ada kekuatan yang lebih besar dari kita, kekuatan yang dapat menopang dan memulihkan. Kata "berseru" menyiratkan urgensi dan keputusasaan yang tulus. Bukan panggilan yang santai, melainkan sebuah teriakan dari lubuk hati terdalam, sebuah pengakuan bahwa kita membutuhkan intervensi ilahi. Ini adalah momen di mana kita melepaskan kendali yang ilusif dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada kehendak dan kuasa Tuhan.
Bagian kedua dari ayat ini, "sebab Engkau menjawab aku," adalah janji yang penuh pengharapan. Ini bukan janji bahwa Tuhan akan menghilangkan kesesakan secara instan, atau bahwa segala sesuatu akan kembali seperti semula tanpa sedikitpun luka. Sebaliknya, ini adalah jaminan bahwa Tuhan mendengarkan. Jawaban Tuhan bisa datang dalam berbagai bentuk: kedamaian di tengah badai, kekuatan untuk menghadapi, hikmat untuk membuat keputusan, atau kehadiran-Nya yang menghibur. Jawaban-Nya adalah penegasan bahwa kita tidak sendirian dalam pergumulan kita. Tuhan yang kita panggil adalah Tuhan yang peduli, Tuhan yang setia, dan Tuhan yang berkuasa untuk bertindak.
Kisah-kisah dalam Alkitab dipenuhi dengan ilustrasi tentang bagaimana Tuhan menjawab seruan umat-Nya. Dari Musa di tepi Laut Merah, Daud di lembah bayang-bayang maut, hingga Yesus di Taman Getsemani, kita melihat bagaimana Tuhan hadir di saat-saat tergelap. Mazmur 86:7 mengingatkan kita untuk meneladani para nabi dan orang-orang saleh di masa lalu. Ketika dunia terasa begitu menakutkan dan tantangan terasa begitu berat, sumber kekuatan sejati kita terletak pada hubungan kita dengan Tuhan. Percayalah, Dia mendengar setiap doa yang tulus, terutama ketika itu datang dari hati yang sedang bergumul dalam kesesakan. Panggilan kita adalah undangan bagi-Nya untuk menunjukkan kemuliaan-Nya dalam kehidupan kita, bukan hanya di saat-saat sukacita, tetapi juga di tengah badai terberat sekalipun.