Mazmur 89:31

"Jika anak-anaknya meninggalkan hukum-Ku dan tidak hidup menurut peraturan-peraturan-Ku,"

Ilustrasi janji setia Tuhan, dengan teks 'Janji Setia' di bagian atas, dan teks pendukung di bawahnya

Menyelami Makna di Balik Teguran Ilahi

Mazmur 89:31 adalah sebuah ayat yang kuat, bagian dari sebuah perikop yang berbicara tentang janji Allah kepada Daud dan keturunannya. Namun, ayat ini secara spesifik menyoroti konsekuensi ketika umat-Nya berpaling dari jalan-Nya. Ini bukanlah sekadar peringatan, melainkan sebuah pengingat mendalam tentang pentingnya ketaatan dan kesetiaan dalam hubungan kita dengan Sang Pencipta.

Ayat ini secara gamblang menyatakan, "Jika anak-anaknya meninggalkan hukum-Ku dan tidak hidup menurut peraturan-peraturan-Ku". Kata "anak-anaknya" dalam konteks ini merujuk kepada keturunan Daud, umat pilihan Allah, Israel. Namun, secara rohani, ayat ini juga berlaku bagi setiap individu yang mengaku sebagai anak-anak Allah. Hukum-Nya bukan sekadar aturan mati, melainkan panduan hidup yang dirancang untuk kebaikan kita, untuk memberikan kehidupan yang berkelimpahan dan hubungan yang erat dengan-Nya.

Perasaan ditinggalkan atau kekecewaan sering kali muncul ketika kita menghadapi kesulitan dalam hidup. Terkadang, kita mungkin bertanya-tanya, "Di mana Tuhan ketika saya menderita?" Mazmur 89, secara keseluruhan, menggambarkan pergulatan raja Hizkia (atau mungkin penulis Mazmur lainnya) yang meratapi pelanggaran janji Allah. Namun, penting untuk memahami bahwa teguran dalam ayat ini tidak datang tanpa alasan. Ketaatan terhadap hukum dan peraturan Allah adalah fondasi dari berkat dan perlindungan-Nya.

Penting untuk dicatat bahwa meskipun ada konsekuensi dari ketidaktaatan, janji Allah dalam Mazmur 89 juga menunjukkan adanya harapan dan pemulihan. Bagian selanjutnya dari Mazmur ini sering kali berbicara tentang bagaimana Allah tidak akan sepenuhnya meninggalkan umat-Nya, bahwa kasih setia-Nya tetap ada. Teguran ini seharusnya menjadi panggilan untuk bertobat, untuk kembali kepada jalan kebenaran, bukan sebagai tanda bahwa kasih Allah telah hilang selamanya.

Dalam kehidupan modern, kita mungkin tidak secara harfiah memiliki raja yang memimpin Israel, tetapi prinsip ini tetap relevan. Ketika kita mengabaikan nilai-nilai moral, etika yang diajarkan dalam firman Tuhan, dan prinsip-prinsip keadilan, kita membuka diri terhadap konsekuensi yang mungkin tidak selalu terlihat secara langsung, tetapi pasti akan berdampak pada kedamaian dan kesejahteraan kita, baik secara pribadi maupun komunal.

Oleh karena itu, Mazmur 89:31 adalah panggilan untuk refleksi diri. Marilah kita memeriksa hati dan hidup kita: apakah kita sungguh-sungguh hidup menurut hukum dan peraturan-Nya? Apakah kita memprioritaskan hubungan kita dengan Allah di atas segala hal lain? Jika kita menemukan diri kita menjauh, ayat ini mengingatkan kita bahwa selalu ada jalan untuk kembali. Kasih setia Allah yang tak pernah padam adalah dasar pengharapan kita, bahkan ketika kita menghadapi konsekuensi dari kesalahan kita sendiri.

Kembali kepada hukum-Nya berarti tidak hanya mengetahui apa yang tertulis, tetapi juga menerapkannya dalam setiap aspek kehidupan. Ini adalah tentang integritas, kejujuran, kasih terhadap sesama, dan kerendahan hati di hadapan Allah. Dengan memegang teguh firman-Nya, kita membangun fondasi yang kuat bagi kehidupan kita, memperkuat hubungan kita dengan Tuhan, dan memulihkan apa yang mungkin telah goyah.