Mikha 3:3

Dan kamu memakan daging mereka dan menguliti kulit mereka, dan mematahkan tulang-tulang mereka; ya, kamu mencabiknya seperti daging dalam kuali, seperti daging di tengah periuk.

Simbol kebijaksanaan

Mikha 3:3 menggambarkan sebuah gambaran yang sangat keras dan gamblang tentang kehancuran dan keputusasaan yang disebabkan oleh ketidakadilan dan ketamakan para pemimpin. Ayat ini bukan hanya sekadar kata-kata, melainkan sebuah peringatan keras bagi siapa saja yang diberi tanggung jawab untuk memimpin dan menjaga umatnya, namun malah mengeksploitasi dan menindas mereka. Gambaran memakan daging, menguliti kulit, dan mematahkan tulang adalah metafora yang kuat untuk perlakuan brutal dan tanpa belas kasihan. Pemimpin-pemimpin yang digambarkan di sini telah kehilangan kemanusiaan mereka, melihat rakyat mereka bukan sebagai sesama manusia yang perlu dilindungi, melainkan sebagai sumber daya yang dapat dikuras habis demi keuntungan pribadi.

Dalam konteks yang lebih luas, kitab Mikha sendiri sering kali menyajikan nubuat tentang penghukuman atas Israel dan Yehuda karena dosa-dosa mereka, terutama ketidakadilan sosial dan penyembahan berhala. Ayat 3:3 ini secara spesifik menyoroti kegagalan moral para pemimpin, baik itu raja, hakim, maupun nabi palsu, yang seharusnya menjadi pelindung dan pembimbing umat. Sebaliknya, mereka justru menjadi predator yang rakus, menggerogoti kesejahteraan dan kehidupan rakyatnya sendiri. Kiasan "seperti daging dalam kuali, seperti daging di tengah periuk" semakin menekankan betapa mengerikannya perlakuan tersebut, seolah-olah rakyat itu hanya sekadar objek yang bisa dimasak dan dikonsumsi sesuka hati.

Namun, meskipun Mikha 3:3 menyajikan gambaran yang kelam, ia juga merupakan bagian dari pesan yang lebih besar tentang penghakiman Allah yang adil dan janji pemulihan di kemudian hari. Allah tidak akan membiarkan ketidakadilan merajalela selamanya. Kesaksian para nabi seperti Mikha adalah panggilan untuk bertobat dan kembali kepada jalan kebenaran. Di tengah kegelapan yang digambarkan dalam ayat ini, terselip benang harapan bahwa Allah akan menegakkan keadilan-Nya. Kita diingatkan bahwa perlakuan terhadap sesama, terutama mereka yang lemah dan rentan, adalah cerminan dari hubungan kita dengan Allah.

Pesan dari Mikha 3:3 ini tetap relevan hingga kini. Dalam berbagai bentuk, ketamakan dan penindasan masih terjadi di dunia kita. Kita melihatnya dalam korupsi, eksploitasi tenaga kerja, ketidaksetaraan ekonomi yang ekstrem, dan berbagai bentuk ketidakadilan lainnya. Ayat ini menjadi pengingat yang kuat bagi setiap individu, terutama mereka yang memiliki pengaruh dan kekuasaan, untuk senantiasa berpegang teguh pada prinsip-prinsip moral dan etika. Kesejahteraan bersama harus menjadi prioritas utama, bukan keuntungan pribadi yang hanya akan mendatangkan kehancuran. Kehidupan yang penuh hikmat adalah kehidupan yang dilandasi kasih, keadilan, dan kepedulian terhadap sesama.

Pada akhirnya, perenungan atas Mikha 3:3 mengajarkan kita untuk waspada terhadap segala bentuk keserakahan yang merusak dan untuk selalu memperjuangkan keadilan. Kebijaksanaan sejati tidak hanya terletak pada pengetahuan, tetapi juga pada tindakan yang berlandaskan integritas dan belas kasih. Inilah yang membedakan kehidupan yang penuh makna dari sekadar keberadaan yang dangkal dan egois.