"Pada waktu itu aku melihat di Yehuda orang-orang memeras dari tempat-tempat pemerasan anggur pada hari Sabat, dan orang-orang membawa berkas gandum, memuat keledai, bahkan membawa anggur, buah-buahan, buah-buah masak dan barang-barang yang berlimpah-limpah, lalu membawanya ke Yerusalem pada hari Sabat. Dan aku menegur mereka pada hari mereka menjual barang-barang itu."
Ayat Nehemia 13:15 membuka jendela ke dalam kehidupan bangsa Israel setelah kembali dari pembuangan Babel. Pasal ini, dan khususnya ayat ini, menyoroti upaya Nehemia untuk memulihkan ketaatan terhadap hukum Allah, terutama dalam hal menjaga kekudusan hari Sabat. Pengalaman Nehemia di Yerusalem menunjukkan betapa mudahnya norma-norma keagamaan terkikis oleh tekanan dan godaan duniawi. Ketika orang-orang mulai memeras anggur dan berdagang pada hari Sabat, mereka secara terang-terangan melanggar perintah Allah yang telah diberikan dengan jelas melalui Musa.
Perintah tentang hari Sabat bukanlah sekadar larangan untuk bekerja, melainkan sebuah pengingat untuk beristirahat, merenungkan karya penciptaan Allah, dan memfokuskan diri pada hubungan dengan Tuhan. Dengan mengubah hari Sabat menjadi hari pasar dan keuntungan, bangsa Israel telah mengabaikan makna spiritualnya dan menggantinya dengan kegiatan yang egois. Nehemia, sebagai pemimpin yang bertanggung jawab, tidak bisa tinggal diam melihat pelanggaran ini. Tindakannya menegur para pelanggar menunjukkan keberanian dan komitmennya untuk menjaga kesetiaan umat kepada Allah.
Konteks Nehemia 13:15 ini mengingatkan kita akan tantangan yang dihadapi orang percaya sepanjang zaman. Di dunia modern, godaan untuk mengkomersialkan waktu yang seharusnya diisi dengan ibadah, istirahat rohani, dan pelayanan bisa datang dalam berbagai bentuk. Banyak orang kini bekerja di akhir pekan, menganggap hari Minggu sebagai hari biasa untuk aktivitas bisnis atau hiburan semata. Ini bukan hanya tentang jadwal kerja, tetapi juga tentang prioritas hati. Apakah kita lebih memprioritaskan keuntungan materi daripada hubungan kita dengan Sang Pencipta?
Kehidupan yang beriman dan setia seperti yang diupayakan Nehemia menuntut kewaspadaan terus-menerus. Kita perlu secara sadar meninjau kembali bagaimana kita menghabiskan waktu kita, terutama waktu yang dikhususkan untuk Tuhan. Mengingat kembali perintah mengenai hari Sabat seharusnya memotivasi kita untuk lebih menghargai waktu istirahat rohani, meluangkan waktu untuk berdoa, membaca firman Tuhan, beribadah bersama komunitas, dan melayani sesama. Ini adalah kesempatan untuk mengisi kembali energi spiritual kita dan memperkuat hubungan kita dengan Allah.
Apa yang dilakukan Nehemia adalah contoh kepemimpinan yang tegas namun penuh kasih. Ia tidak hanya menghukum, tetapi juga mengarahkan kembali umatnya kepada jalan yang benar. Bagi kita, ini berarti kita harus berani mengidentifikasi dan menolak godaan yang menjauhkan kita dari Tuhan. Ini juga berarti saling mengingatkan dan mendukung dalam menjaga komitmen iman kita. Dengan memelihara kekudusan hari-hari yang dikhususkan bagi Tuhan, kita menunjukkan bahwa Dia adalah prioritas utama dalam hidup kita, yang pada gilirannya akan membawa berkat dan kedamaian sejati.