Ayat Nehemia 9:4 ini membuka sebuah momen penting dalam sejarah Israel: sebuah kebaktian pengakuan dan pujian yang dipimpin oleh para pemimpin Lewi. Ayat ini bukan sekadar pembukaan verbal, melainkan sebuah pernyataan iman yang mendalam, sebuah pengakuan atas kedaulatan Allah dan kesetiaan-Nya kepada umat pilihan-Nya. Frasa "Hendaklah engkau mendengarkan sabda-Mu dengan berdiri" sendiri menunjukkan sikap hormat, kesiagaan, dan penyerahan diri di hadapan Allah. Ini mencerminkan kesadaran bahwa mereka sedang berbicara kepada Yang Maha Kuasa, Sang Pencipta alam semesta, dan bahwa setiap perkataan yang keluar dari bibir mereka haruslah tulus dan penuh kekhusyukan.
Fokus kemudian beralih kepada tindakan Allah yang memilih Abram. Ini adalah permulaan dari sebuah perjanjian ilahi. Pemilihan Abram bukanlah berdasarkan kelayakan atau jasa Abram sendiri, melainkan murni anugerah dan rencana Allah. Perjalanan Abram dari Ur-Kasdim, sebuah kota yang identik dengan penyembahan berhala, menuju tanah yang dijanjikan, melambangkan sebuah pemisahan, sebuah panggilan untuk meninggalkan yang lama dan merangkul yang baru. Pemberian nama baru menjadi "Abraham" (Bapa Banyak Bangsa) menegaskan identitas baru dan tujuan ilahi yang diberikan Allah kepadanya. Ini adalah fondasi dari seluruh identitas Israel sebagai umat pilihan Allah.
Dalam konteks Nehemia, peringatan akan pemilihan dan panggilan Abram ini sangat krusial. Setelah bertahun-tahun pembuangan dan kesulitan, umat Israel yang kembali ke Yerusalem perlu diingatkan kembali tentang identitas mereka dan dasar dari keberadaan mereka sebagai umat Allah. Mereka perlu diingat bahwa status mereka bukan karena kekuatan mereka sendiri, tetapi karena pilihan dan janji Allah. Ini menjadi pengingat bahwa Allah yang sama yang memilih Abraham, yang setia pada perjanjian-Nya, adalah Allah yang sama yang membawa mereka kembali dari pembuangan dan yang akan terus menyertai mereka.
Momen ini di Nehemia 9 adalah contoh yang kuat tentang bagaimana refleksi masa lalu menjadi kunci untuk memahami masa kini dan menghadapi masa depan. Dengan mengingat kembali tindakan-tindakan Allah di masa lalu, umat Israel dapat membangun kembali iman mereka, memperkuat komitmen mereka kepada Allah, dan memiliki harapan yang teguh di tengah tantangan. Ayat ini mengajak kita untuk juga merenungkan bagaimana Allah telah memilih dan memanggil kita, serta bagaimana kesetiaan-Nya dalam sejarah hidup kita menjadi dasar bagi keyakinan kita saat ini. Pengakuan atas kedaulatan Allah dan anugerah-Nya adalah titik tolak dari setiap pujian yang tulus dan ibadah yang bermakna.