Pengkhotbah 10:17

"Celakalah engkau, hai tanah, kalau rajamu ialah anak-anak orang hina dan kalau para panglimamu berpesta pora pada waktu pagi!"
Negara yang Dipimpin dengan Bijaksana

Gambar: Ilustrasi negara yang dipimpin dengan bijaksana.

Memahami Pesan Bijak dalam Pengkhotbah 10:17

Ayat Pengkhotbah 10:17 menyajikan gambaran yang kuat tentang sebuah masyarakat yang menghadapi potensi kehancuran. "Celakalah engkau, hai tanah, kalau rajamu ialah anak-anak orang hina dan kalau para panglimamu berpesta pora pada waktu pagi!" Frasa ini bukan sekadar ungkapan keputusasaan, melainkan sebuah peringatan serius mengenai konsekuensi dari kepemimpinan yang buruk dan tatanan sosial yang kacau. Kata "celakalah" menekankan betapa seriusnya situasi ini, menunjukkan bahwa keadaan tersebut adalah awal dari kehancuran yang lebih besar.

Poin pertama yang diangkat adalah ketika "rajamu ialah anak-anak orang hina." Dalam konteks kuno, "raja" melambangkan pemimpin tertinggi, orang yang memiliki wewenang dan tanggung jawab untuk menuntun bangsanya. Jika pemimpin ini adalah "anak-anak orang hina," ini bisa diartikan sebagai orang yang tidak berpengalaman, tidak memiliki kebijaksanaan, atau bahkan memiliki karakter yang buruk. Mereka mungkin naik ke tampuk kekuasaan bukan karena kemampuan atau integritas, tetapi karena kelicikan, kekerabatan yang tidak pantas, atau kesempatan sesaat. Kepemimpinan semacam ini cenderung menghasilkan keputusan yang gegabah, tidak adil, dan merusak. Mereka tidak memiliki pemahaman mendalam tentang kebutuhan rakyatnya dan tidak mampu membuat kebijakan yang membangun. Sebaliknya, mereka mungkin lebih mementingkan diri sendiri atau kelompoknya, mengabaikan keadilan dan kebenaran.

Selanjutnya, ayat ini menyebutkan, "para panglimamu berpesta pora pada waktu pagi!" Para panglima, yang seharusnya menjadi tulang punggung pertahanan dan stabilitas negara, justru larut dalam kenikmatan dan kemewahan sejak dini hari. Ini menyiratkan hilangnya rasa tanggung jawab dan disiplin. Ketika para pemimpin tidak serius dalam menjalankan tugas mereka, dan malah menghabiskan waktu untuk kesenangan yang dangkal, itu adalah tanda bahaya besar bagi bangsa tersebut. Pagi hari adalah waktu untuk memulai pekerjaan, merencanakan hari, dan mempersiapkan diri untuk tantangan. Pesta pora di waktu pagi menunjukkan sikap malas, tidak produktif, dan kurangnya kesadaran akan urgensi tugas. Hal ini juga bisa mengindikasikan korupsi dan penyalahgunaan sumber daya, di mana para pejabat seharusnya memimpin dengan contoh yang baik, malah menunjukkan perilaku yang tidak pantas.

Pengkhotbah 10:17 secara implisit mengkontraskan kondisi ini dengan pemerintahan yang baik. Pemerintahan yang bijaksana dipimpin oleh orang-orang yang memiliki hikmat, integritas, dan pengalaman. Para pemimpinnya adalah teladan dalam disiplin, kerja keras, dan pengabdian kepada rakyat. Mereka memprioritaskan kesejahteraan umum di atas kepentingan pribadi dan selalu siap menghadapi tantangan dengan keseriusan. Pesan ayat ini mengajak kita untuk merenungkan pentingnya memilih pemimpin yang tepat, baik dalam skala negara maupun dalam kehidupan sehari-hari. Kepemimpinan yang kokoh dan bertanggung jawab adalah fondasi bagi stabilitas, kemakmuran, dan kedamaian suatu bangsa. Sebaliknya, kepemimpinan yang lemah dan korup hanya akan membawa kehancuran. Penting bagi kita untuk selalu waspada dan memastikan bahwa para pemimpin kita bertindak dengan kebijaksanaan dan tanggung jawab yang sesuai.