Pengkhotbah 2:22

"Karena apa keuntungan orang yang bekerja keras siang malam? Jika ia mengumpulkan kekayaan, ia tidak tahu siapa yang akan mewarisinya, apakah ia seorang bijak atau orang bodoh."

Ilustrasi kerja keras yang menghasilkan

Ilustrasi kerja keras yang menghasilkan

Renungan Tentang Hasil Kerja Keras

Ayat Pengkhotbah 2:22 membangkitkan sebuah pertanyaan mendasar tentang nilai dan makna di balik segala jerih payah yang kita curahkan dalam kehidupan. Frasa "apa keuntungan orang yang bekerja keras siang malam?" menyentuh inti kekhawatiran manusiawi. Kita hidup dalam dunia yang seringkali mengagungkan produktivitas, kesuksesan finansial, dan pencapaian materi. Banyak dari kita didorong untuk bekerja tanpa kenal lelah, mengejar impian, dan membangun masa depan yang lebih baik melalui keringat dan waktu yang tercurah. Namun, di tengah kesibukan tersebut, seringkali kita lupa untuk berhenti sejenak dan merenungkan: untuk apa semua ini?

Salomo, sang pengkhotbah bijak, dengan gamblang menggambarkan ironi dari kerja keras yang tidak memiliki tujuan yang lebih dalam. Ia menyajikan sebuah realitas pahit: meskipun seseorang berhasil mengumpulkan kekayaan dan harta benda dalam jumlah besar, tidak ada jaminan siapa yang akan menjadi pewarisnya. Pewaris itu bisa saja seseorang yang bijak, yang akan menggunakan kekayaan tersebut dengan baik. Namun, bisa juga sebaliknya, ia adalah orang yang bodoh, yang akan menghambur-hamburkannya tanpa arti. Pengkhotbah 2:22 ini mengingatkan kita bahwa hasil dari kerja keras kita, dalam arti materi, bisa saja hilang begitu saja, terlepas dari tangan kita tanpa kita bisa mengendalikannya.

Ini bukanlah ajakan untuk berhenti bekerja atau bermalas-malasan. Sebaliknya, ayat ini mengundang kita untuk menggeser perspektif. Jika keuntungan materi dari kerja keras kita bersifat sementara dan tidak pasti, maka apa yang sebenarnya menjadi keuntungan yang sejati? Mungkin, keuntungan sejati bukanlah tumpukan harta, melainkan pertumbuhan diri, kebijaksanaan yang diperoleh melalui pengalaman, nilai-nilai yang ditanamkan, atau bahkan hubungan yang terjalin selama proses tersebut.

Bagaimana kita bisa bekerja keras dengan makna yang lebih dalam? Pertama, kita perlu mendefinisikan "keuntungan" dengan cara yang lebih luas. Selain kekayaan materi, pertimbangkan keuntungan non-materi seperti pengembangan keterampilan, pengalaman belajar, kepuasan batin, dan kontribusi positif bagi orang lain. Kedua, renungkan tujuan akhir dari kerja keras kita. Apakah untuk sekadar menimbun aset, ataukah untuk menciptakan dampak yang berkelanjutan, baik bagi diri sendiri maupun komunitas?

Pengkhotbah 2:22 juga mengajarkan kerendahan hati. Kita menyadari bahwa ada banyak hal di luar kendali kita. Kita bisa berusaha sekeras mungkin, tetapi pada akhirnya, hasil akhir dan siapa yang akan menikmatinya sebagian besar adalah misteri. Oleh karena itu, penting untuk menemukan kepuasan dalam prosesnya, dalam upaya yang kita lakukan, terlepas dari hasil yang mungkin belum terlihat atau tidak sepenuhnya kita kuasai.

Dengan memahami ayat ini, kita diajak untuk bekerja bukan hanya untuk "siang malam", tetapi juga untuk kedamaian batin, pertumbuhan rohani, dan warisan nilai-nilai yang lebih abadi daripada sekadar harta benda. Kerja keras kita akan memiliki makna yang lebih besar ketika dibarengi dengan tujuan yang bijak dan hati yang bersyukur atas setiap anugerah dan pembelajaran yang datang, terlepas dari siapa yang kelak akan menerimanya.